Bulan penghujung 2019 di Wuhan, ibu kota Provinsi Hubei, Tiongkok, seharusnya berisi hiruk pikuk warga dalam menyambut tahun baru 2020 dalam sistem kalender Masehi dan perayaan Imlek. Momen bahagia penuh selebrasi tersebut apa boleh buat hanya sekadar harapan.

Pertengahan Desember, penduduk seisi kota mendadak cemas dan ketakutan seturut munculnya laporan tentang virus corona galur baru yang diduga kuat berasal dari kelelawar telah menginfeksi banyak orang dalam waktu cepat. Berbilang hari, korban berjatuhan semakin banyak. Bahkan ada banyak korban yang terinfeksi virus ini tak sempat tertolong lagi nyawanya.

Melansir makalah “A novel coronavirus outbreak of global health concern” yang ditulis oleh sekelompok besar peneliti Tiongkok dari beberapa institusi, kasus paling awal yang dilaporkan adalah pasien mulai jatuh sakit pada 1 Desember 2019. Sementara laporan resmi dari Wuhan Municipal Health Commission menyatakan bahwa kasus pasien meninggal pertama karena terinfeksi virus ini ini adalah seorang pria berusia 61 tahun.

Penyebab kematian sang kakek karena gagal pernapasan dan pneumonia berat, serta menderita tumor perut dan penyakit hati kronis.

Virus corona galur baru ini memang tidak secara langsung merenggut nyawa inang yang dihuninya, tapi mengakibatkan timbulnya komplikasi penyakit lain.

“Penyebab kematian seseorang yang terinfeksi corona karena virus tersebut menyerang paru-paru yang menimbulkan pneumonia dan bronkitis. Menyerangnya dalam waktu cepat,” ujar dr. Ardiansjah Dara Sjahruddin, Sp.OG. saat kami menemuinya di Rumah Sakit Siloam, Semanggi, Jakarta Selatan.

Berdasarkan data realtime yang dilansir dari Map of Coronavirus 2019-nCoV Global Cases by Johns Hopkins CSSE, pada 5 Maret 2020, sudah ada 95.264 laporan kasus yang terkonfirmasi positif mengidap virus ini. Indonesia, menyumbang dua kasus positif di antaranya.

Baca juga: Pengobatan dan Dampak Infeksi Virus Corona pada Ibu Hamil

Dari jumlah pasien tersebut, 3.254 orang dinyatakan meninggal. Sementara mereka yang dinyatakan sembuh mencapai 53.215 orang.

Sulitnya mendeteksi seseorang terinfeksi virus ini, mengingat masa inkubasinya dapat berlangsung hingga 24 hari, menjadi salah satu faktor mengapa coronavirus disease 2019 (COVID-19) –sebuah penamaan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)– menyebar begitu cepat. Epidemi ini telah menjangkau sekurangnya 27 negara di luar Tiongkok.

Khusus di Indonesia, merujuk data infeksiemerging.kemkes.go.id pada 13 Februari, belum ada kasus yang terkonfirmasi. Sementara spesimen yang diperiksa sebanyak 89 orang. Hasilnya 84 orang dinyatakan negatif COVID-19, dan sisanya masih dalam proses pemeriksaan.

Pun demikian, menurut hemat dr. Dara, kewaspadaan tetap harus ditingkatkan. “Termasuk oleh ibu hamil. Sebab virus ini paling banyak bersarang dalam tubuh seseorang yang daya tahan tubuhnya menurun. Ibu hamil termasuk golongan orang yang daya tahan tubuhnya menurun secara alami. Makanya sering kita menjumpai ibu hamil yang mengaku cepat capek, napas tersengal-sengal, gampang emosi, gampang keputihan, itu semua lantaran daya tahan tubuh mereka menurun,” sambung alumni Fakultas Kedokteran di Universitas Hasanuddin, Makassar.

Mengingat COVID-19 bisa menular melalui kontak langsung yang bisa berasal dari darah, cairan tubuh, sekret atau droplet (partikel kecil dari mulut yang tersebar lewat udara) milik pengidap virus, dr. Dara menganjurkan para ibu hamil mengenakan masker pelindung hidung dan mulut. Apalagi jika sedang berada di pusat keramaian seperti pasar atau mal.

“Penggunaan masker juga ada tata cara dan jangka waktunya. Misalnya dipakai hanya sampai tengah hari. Setelah itu lepas dan ganti dengan masker yang baru,” kata dr. Dara.

Langkah pencegahan berikutnya adalah meminimalisir kontak langsung dengan orang atau sesuatu yang sifatnya tidak higienis.

Jika harus bersentuhan atau menyentuh sesuatu, contohnya sehabis menyentuh pintu di kamar mandi pusat perbelanjaan, tangan harus segera dicuci dengan sabun minimal 20 detik memakai air yang mengalir sebelum menyentuh mulut, hidung, atau mata.

Alternatif pengganti bisa dengan menggunakan produk-produk pembersih tangan antiseptik. Banyak yang ukurannya kecil sehingga praktis dibawa ke mana saja.

Bagi ibu hamil yang notabene daya tahan tubuhnya menurun, hal terpenting untuk meminimalisir penularan virus ini adalah menjaga kondisi tubuh. “Modal utama menjaga kondisi tubuh adalah tidur yang cukup. Untuk ibu hamil idealnya tidur malam lebih dari delapan jam. Jangan dibagi, tidur malam empat jam, lalu tidur siang empat jam. Itu tidak optimal,” terang dr. Dara.

Asupan cairan dalam tubuh juga harus diperhatikan jangan sampai dehidrasi. Tambahan lainnya bisa dengan minum vitamin, seperti vitamin C, D3, E, atau antioksidan untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

Pemberian vaksin flu biasa dan vaksin pneumonia menurut dr. Dara juga tidak akan efektif. Pasalnya virus corona galur baru ini punya tipe berbeda sehingga dibutuhkan penangkal yang berbeda pula. “Vaksin yang ada sekarang bukan untuk coronavirus.”

Baca juga: Prosedur Melahirkan Saat Ibu Hamil Terinfeksi Virus Corona

Dengan semakin meluasnya penyebaran coronavirus, plus bertambahnya jumlah korban meninggal dunia, dr. Dara merasa sangat wajar jika banyak orang yang khawatir soal COVID-19, termasuk ibu-ibu hamil yang menjadi pasiennya.

“Sebagai dokter saya tidak boleh membuat orang panik, tapi pada sisi yang lain saya juga tidak ingin menganggap enteng keluhan-keluhan mereka. Paling pertama yang saya tanyakan adalah riwayat perjalanan sang pasien atau persentuhan langsungnya dengan keluarga, teman, dan tetangga yang sebelumnya mengunjungi negara-negara tempat ditemukannya korban virus ini. Kalau memang tidak ada riwayat yang demikian, saya hanya mengatakan bahwa kemungkinan itu cuma gejala flu biasa karena capek atau kurang istirahat.”

Laman BBC pada 6 Februari sempat memuat kabar seorang bayi di Wuhan yang didiagnosis dengan virus corona 30 jam setelah dilahirkan oleh ibunya yang telah positif terinfeksi virus ini. Pun demikian, hasil penelitian yang dipimpin oleh Prof. Yuanzhen Zhang, B.Sc. dari Zhongnan Hospital of Wuhan University, Tiongkok, dan dipublikasikan melalui laman The Lancet, menyebutkan bahwa tidak jelas apakah transmisi di dalam rahim benar-benar terjadi.

“Bisa jadi bayi itu terkena virus setelah lahir dari kontak dekat, misalnya,” ujar profesor Zhang.

Belum genap sepekan kemudian, menyitir laman Xinhuanet.com pada 11 Februari, seorang bayi perempuan berusia empat bulan di Hainan, Tiongkok selatan, yang terinfeksi virus corona galur baru dinyatakan sembuh oleh pihak Haikou City People’s Hospital dan diperbolehkan pulang.

Virus corona memang telah menginfeksi banyak orang dan menyebabkan ribuan korban meninggal, tapi bukan berarti peluang orang terinfeksi untuk sembuh menjadi sekecil ukuran virus tersebut.

“Intinya sangat penting untuk selalu waspada terhadap virus, apa pun jenisnya, dan saling berbagai pengetahuan tentang bagaimana cara sebuah virus menyebar dan seperti apa pencegahannya,” pungkas dr. Dara.