CeritaMom adalah upaya terbaru Ruangmom untuk mengangkat cerita cerita asli dari komunitas kami. Setiap minggu, tim redaksi Ruangmom mengumpulkan cerita-cerita yang meliputi berbagai macam topik seperti, gaya hidup, relationship, kehamilan, promil dan lain sebagainya.

Cerita yang terbaik akan kami angkat menjadi CeritaMom terbaru! Kami berharap, CeritaMom akan berguna dan relatable bagi para pembaca.

Kali ini, kami menayangkan pengalaman Ayu dan suami menghadapi PCOS.

PCOS adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan hormon di sistem endokrin, sehingga hormon kewanitaan tidak seimbang.

Produksi hormon androgen berlebihan berdampak kepada ovarium sehingga tidak bisa berovulasi secara normal.

Selain itu, sindrom polikistik ovarium atau PCOS ini juga ditandai dengan pembentukkan kista-kista yang berisi cairan di ovarium.

Gejala PCOS yang paling umum adalah menstruasi yang tidak teratur, peningkatan kadar gula, penambahan berat badan, pertumbuhan rambut berlebihan hingga munculnya jerawat.

Ayu berharap bahwa CeritaMom darinya akan membantu para wanita lain mengenali ciri-ciri PCOS.

Bersama dengan itu, Ayu juga mementingkan adanya support system yang membantu jaga kesehatan mental dan rasa optimisme. Penyintas PCOS tidak harus putus asa dan menyerah dalam perjuangan memiliki anak.

Mari kita simak perjuangan Ayu menghadapi PCOS.

Pengalaman PCOS Ayu

Awalnya saya tidak nyangka akan terdiagnosa PCOS, karena sempat berpikir, “Ah, ortu aja anaknya banyak. Nggak mungkin lah.”

Pada tahun pertama pernikahan saya masih let it flow. Pada tahun kedua saya sudah mulai gerah sama berbagai pertanyaan dari keluarga. Akhirnya saya memutuskan untuk mulai promil mandiri dengan berbagai macam cara, kurma muda, madu, suplemen asam folat, segala macam susu dan herbal. Tetapi, qadarullah nggak ada yang berhasil.

Sampai akhirnya di awal tahun keempat, saya memutuskan untuk konsultasi dengan Obgyn sama suami. Pada screening pertama, saya langsung didiagnosis PCOS. Screening tersebut menunjukkan bahwa sel telur saya sel telur berukuran kecil dan berjumlah banyak. Siklus haid juga berantakan, karena sudah lebih dari 35 hari.

Obgyn pun telah memvonis saya untuk menerapkan gaya hidup yang lebih sehat. Saya diimbau untuk mengurangi konsumsi makanan tinggi GI, garam, dan gula. Makanan yang ultra-processed pun harus dihindari. Mau makan enak jadi susah ya, Mom. Olahraga intensitas ringan juga harus dilakukan selama minimal 150 menit per minggu.

Menjalani siklus pertama, meski sudah konsumsi obat pembesar sel telur di hari ke-3, di hari ke-12 maupun 15, ukuran sel telurnya tidak membesar dan masih berjumlah banyak. Ukuran folikel paling besar pun hanya 12 mm,masih jauh dari standar 18 mm. Kesimpulannya, siklus 1 gagal.

Saat ini, saya masih menjalani siklus kedua dengan dosis obat yang dinaikkan. Pada hari ke-12 sempat cek lagi, dan Alhamdulillah sel telur ovarium sebelah kanan ukurannya sudah sebesar 19 mm, meski hanya satu. Namun, saya dan suami tetap bersyukur.

Sekecil apapun perubahan, kami husnudzan inshallah semoga Gusti Allah makin ridha.

Suami yang setia ikut perjalanan ini adalah support system-ku yang terdekat. Tak kalah juga ilmu dan dukungan dari komunitas promil seperti Ruangmom.

Setelah mengikuti komunitas ini, saya tidak merasa sendiri lagi. Banyak ilmu, masukan, serta tukar pengalaman dengan penyintas PCOS maupun kasus kendala fertilitas lainnya membuat pikiran lebih terbuka dan akhirnya menjadi semakin optimis.

Sebagai calon Mom, kita harus saling mendoakan, ya! Semoga segera diberi amanah buah hati oleh Tuhan. Aamiin.

Jadi itulah perjuangan Ayu sebagai penyintas PCOS. Untuk para pejuang garis dua yang lain, tetap semangat, ya!

Baca juga: Penyakit PCOS: Penyebab, Gejala, dan Cara Mengatasinya