Mom pasti familiar dengan kata-kata broken home. Orang awam mungkin mengidentikkan arti broken home sebagai perceraian kedua orang tua. Namun sebenarnya apa itu broken home? Apakah broken home selalu identik dengan perceraian?

Apa itu broken home?

Broken home adalah kondisi di mana keluarga tak utuh lagi, mengalami perpecahan, baik akibat perselingkuhan ataupun bukan, sehingga terjadilah konflik kedua orang tua dan berakhir pada perceraian.

Broken home artinya kegagalan anggota keluarga untuk menjalankan perannya. Perpecahan keluarga ini dipicu oleh kondisi keluarga yang tidak lagi harmonis sehingga sering terjadi cekcok antara ayah dan ibu.

Akibatnya, anak kurang kasih sayang, kondisi psikologisnya pun terguncang. Anak broken home pasti mengalami trauma psikologis yang berpotensi memicu depresi dalam dirinya.

Ciri-ciri keluarga broken home

  • Sering terjadi cekcok/pertengkaran orang tua

  • Anak kurang kasih sayang dari orang tua

  • Hubungan ayah dan ibu kurang harmonis

  • Kedua orang tua berpisah/bercerai

Selain beberapa ciri keluarga broken home di atas, ada juga sikap-sikap kekerasan pada anak yang Mom perlu waspadai.

Dampak broken home pada anak

Anak korban broken home rentan mengalami depresi mental. Ia bisa saja mengalami kesedihan yang berlarut-larut, yang berpotensi menurunkan produktivitasnya karena kehilangan motivasi dan penyemangat. Berikut dampak broken home pada anak.

1. Rasa kehilangan

Begitu menyadari adanya perpecahan pada keluarganya, anak akan merasa kehilangan penopang hidupnya. Ia akan kehilangan semangat, kehilangan cinta kasih karena keluarga tak utuh lagi

2. Sedih yang berlarut-larut

Anak broken home pasti merasakan kesedihan yang berlarut-larut. Kesedihan ini tidak jarang menimbulkan rasa rapuh pada dirinya, lalu ia bisa saja rentan mengalami depresi.

3. Posesif dan cemburu berlebihan pada orang sekitarnya

Bukan hanya di kehidupan percintaan, bahkan di lingkup pertemanan pun ia berpotensi menjadi anak yang posesif. Ini karena mereka tak mendapat lagi kasih sayang yang cukup sehingga ia mudah cemburu pada orang-orang di sekitarnya.

4. Takut menjalin hubungan

Kegagalan pernikahan orang tua meninggalkan trauma pada anak sehingga ia bisa saja enggan menjalin hubungan dengan orang lain karena takut berakhir serupa.

5. Menyalahkan diri sendiri karena merasa menjadi penyebab perpisahan orang tua

Anak broken home harus menerima kenyataan bahwa orang tua mereka tidak bisa bersama lagi. Emosi anak pun jadi tidak stabil. Antara sedih, kecewa, sekaligus merasa tidak adil kenapa ini harus terjadi padanya. Kekecewaan ini lalu memicu timbulnya perasaan menyalahkan diri sendiri yang dirasa sebagai penyebab perpisahan orang tua.

6. Merasa kesepian

Jika biasanya anak terbiasa melihat orang tua berkumpul bersama di rumah, kini mereka harus tinggal terpisah. Kebersamaan itu tidak ia temukan lagi sehingga tak jarang anak broken home merasa kesepian. Jika rasa kesepian ini terus berlarut-larut dan tidak segera ditangani, bisa berakibat pada depresi.

7. Sulit percaya pada orang lain

Anak broken home akan jadi sulit mempercayai orang lain. Pengalaman melihat orang tua yang pernah saling memanipulasi membuatnya mudah merasa curiga dan seringkali merasa dirinya sedang dibohongi orang lain. Hal ini mendorongnya untuk menjadi pribadi yang mudah frustrasi.

8. Berpotensi mengganggu mental health anak

Dampak buruk dari hubungan yang tidak baik pada keluarga salah satunya yaitu mempengaruhi mental health anak. Hal ini tidak bisa di pandang remeh. Jika sudah cukup sulit diurai dan mengganggu kegiatan sehari-hari, maka ada baiknya untuk melakukan konsultasi bersama psikolog. Beberapa gangguan mental yang bisa saja timbul yaitu mental breakdown dan depresi.

Cara mencegah dampak broken home pada anak

Anak broken home rentan terjerumus ke hal-hal negatif. Oleh karena itu, orang tua mesti mendampinginya agar kondisi psikisnya tetap stabil. Berikut beberapa cara menghindari dampak broken home pada anak.

1. Hindari bertengkar di depan anak

Terus menerus melihat orang tua bertengkar berpotensi memicu anak tumbuh menjadi pribadi yang kasar, mudah stres dan kurang bahagia. Pastikan Mom dan Dad telah mengetahui dampak buruk bertengkar di depan anak yang telah Ruangmom bahas sebelumnya.

2. Selalu dampingi anak, ajak dia melakukan aktivitas-aktivitas yang menyenangkan

Status orang tua mungkin sudah berpisah, tapi jangan biarkan anak merasa kesepian karenanya. Pastikan ia tetap mendapat kasih sayang yang cukup. Ajak ia melakukan kegiatan positif yang menyenangkan, misalnya menemani anak melakukan hobinya.

3. Luangkan waktu khusus untuk dengarkan curhatan anak

Bisa saja ia selama ini memendam perasaannya. Luangkanlah waktu secara khusus untuk membiarkannya mengungkapkan seluruh perasaannya. Dengan mengetahui isi hatinya secara langsung, Anda bisa segera mencari solusi terbaik untuknya.

4. Bersikap terbuka, sering berdiskusi bersama

Anak broken home mudah merasa kesepian. Oleh karena itu, jagalah komunikasi dengannya. Ajarkan ia untuk mau bersikap terbuka tanpa perlu merasa sungkan. Ajak dia untuk sering-sering berdiskusi tentang hal apapun yang mengganjal perasaannya. Jangan biarkan ia memendam sendiri persoalannya. Katakan Anda bersedia mendengarkan apapun dan kapanpun ia ingin bercerita.

Beberapa cara membangun keluarga bahagia lainnya bisa Mom dan Dad baca pada artikel 13 Tips Membangun Keluarga Bahagia Bersama Suami.

Menjaga keharmonisan rumah tangga memang bukan hal yang mudah. Apalagi jika Mom atau ayah punya riwayat keluarga broken home pula. Namun meski Mom atau ayah mungkin berasal dari keluarga broken home, berusahalah untuk tidak mengulang siklus yang sama pada anak.

Baca Juga: 8 Ciri-Ciri Toxic Parents, Apakah Anda Termasuk? Ini Bahayanya