Selain secara fisik, kehamilan merupakan sebuah tantangan mental juga bagi Mom. Banyak sekali Mom yang mengalami postpartum depression setelah melahirkan.

Walaupun mirip, kasusnya pasti akan berbeda dengan Mom yang mengidap Bipolar Disorder.

Bipolar disorder adalah kondisi kesehatan mental di mana pengidapnya akan mengalami perubahan hati yang sangat ekstrem.

Pada suatu saat, pengidap bipolar disorder akan merasa depresi dan putus asa, namun pada saat fase mania, mereka akan merasa senang, euforia atau juga bisa mudah tersinggung.

Bipolar disorder bisa dipicu oleh stres yang berlebihan, trauma masa kecil, atau masalah kecanduan.

Ibu yang alami bipolar disorder akan memiliki tantangan yang berbeda dengan Mom lain. Di CeritaMom kali ini, Mom Tina (nama asli disamarkan) menggambarkan pengalamannya sebagai Mom yang alami bipolar disorder.

Mom Tina memulai kehamilannya dengan rasa takut akan dampaknya bipolar disorder terhadap anaknya. Walaupun kehamilan berjalan dengan lancar, tantangannya tidak berhenti di situ.

Setelah Mom Tina melahirkan, dia memutuskan untuk tetap memberi anaknya ASI. Namun, dengan mengASIhi, Mom Tina tidak boleh mengonsumsi obatnya lagi.

Apakah Mom Tina mampu mengatur moodnya tanpa obat? Mari kita baca di Ceritamom kali ini!

Trigger warning: Cerita ini mengandung unsur-unsur kekerasan

Pengalaman Mom Tina sebagai Ibu yang Alami Bipolar Disorder

Kehamilan banyak dinantikan oleh pasangan suami istri, namun tidak pada kondisi saya saat itu. Saya baru saja menikah, dengan banyak capaian yang telah kami rencanakan termasuk sekolah lagi.

Karena saat itu saya belum KB, saya dan suami menggunakan kalender untuk berhubungan dan kontrasepsi pada masa subur/risiko tinggi terjadi kehamilan.

Beberapa bulan pertama masih aman, namun saat bulan ketiga saya telat menstruasi padahal bertahun-tahun jadwal menstruasi saya selalu teratur.

Ternyata saya hamil! Saya menangis membayangkan rencana kami yang harus ditunda.

Namun, ada hal yang lebih membuat saya takut: kejadian saat kuliah dulu di mana seorang pasien bipolar ingin membunuh bayinya sendiri saat baru melahirkan.

Ya, saya seorang tenaga kesehatan sekaligus penyintas bipolar disorder yang disertai dengan depresi. Bagaimana saya bisa menjalani kehamilan dan peran seorang ibu dengan kondisi saya ini?

Benar saja, perubahan hormon saat kehamilan dan pasca persalinan sangat berat, terutama di trimester 4. Pada saat itu, fisik saya belum pulih pasca persalinan Caesar tetapi harus begadang mengASIhi, mengurus anak dan suami, belum lagi drama dengan mertua yang tidak pengertian.

Untungnya, suami saya sangat baik dan tidak pernah membebani saya, beliau selalu membantu saya tanpa diminta. Beliau selalu mendukung saya agar bisa mengASIhi dengan tenang dan bahagia.

Akhirnya hingga saat ini anak saya berusia 8 bulan, saya mampu bertahan mengaASIhi dan tidak mengkonsumsi obat lagi.

Berbagai latihan saya lakukan agar saya lebih bisa mengenali dan mengelola emosi saya. Saya kagum, justru masa sulit itu dapat saya lewati tanpa obat.

Walaupun susah dan lelah luar biasa, pun ada hari-hari di mana saya “meledak” dan butuh bantuan, namun cinta seorang ibu terhadap anak mampu mengantarkan saya hingga titik ini.

Memang tidak mulus, ada kalanya saya membentak bahkan melempar bayi saya yang tidak mengerti apa-apa lalu hanya bisa menangis dan menyesal setelahnya.

Seringkali pikiran untuk melakukan hal-hal yang tidak masuk akal dan berbahaya menghantui saya sehari-hari, karena itu saya tidak menyarankan penyintas gangguan jiwa untuk sembrono mengambil keputusan berhenti obat tanpa konsultasi dengan ahlinya.

Tentunya keputusan yang saya buat sudah didiskusikan terlebih dahulu beserta dengan risikonya. Semangat untuk para ibu dengan perjuangannya masing-masing. Kita hebat!

Jika Mom mengidap bipolar disorder dan hamil, jangan ragu untuk memberi tahu dokter agar Mom bisa mendapatkan perawatan dan dukungan yang dibutuhkan. You are not alone, Mom!

Baca juga: CeritaMom: Cara Mengatasi Burnout ala Mom Uli