Alergi pada bayi kerap membuat orangtua menjadi panik. Tapi, pencegahannya tak selalu dengan cara menghindarkan anak dari alergen (zat-zat yang memicu timbulnya reaksi alergi).

Sebab menurut ahli imunologi RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, dr. Dina Muktiarti, SpAk, hal itu justru bisa meningkatkan probabilitas anak terkena alergi.

Menurut dr. Dina, pencegahan alergi dapat dilakukan dengan mengetahui riwayat alergi pada ayah dan ibu. Dengan begitu orang tua dapat menekan kemungkinan timbulnya alergi pada bayi.

Selain itu, orangtua yang punya masalah alergi akibat unsur tertentu, diimbau untuk mengenalkan unsur-unsur alergen tersebut kepada anak agar tubuhnya toleran pada unsur tersebut.

“Coba perkenalkan anak pada beberapa unsur makanan yang biasanya dapat menimbulkan alergi, seperti udang misalnya, secara perlahan. Tujuannya adalah agar tubuh anak toleran terhadap makanan tersebut,” tambah dr. Dina.

Rekomendasi ini dikeluarkan menyusul sejumlah hasil penelitian di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat dan sejumlah negara di Eropa. Semisal dari American Academy of Allergy, Asthma, and Immunology (AAAAI).

Melalui serangkaian penelitian, mereka berkesimpulan bahwa membatasi makanan saat ibu hamil demi mencegah alergi makanan pada anak tidaklah dianjurkan.

Sebelumnya demi menghindarkan risiko anak dari alergi, maka beberapa makanan yang berpotensi menimbulkan alergi, seperti kacang-kacangan, telur, makanan laut (seafood), dan susu sapi, menjadi pantangan untuk dikonsumsi ibu sejak masa kehamilan, menyusui, bahkan juga kepada anak hingga menginjak usia tertentu.

“Hasilnya ternyata justru meningkatkan potensi anak terkena alergi. Rekomendasi sekarang adalah memberikan anak makanan sesuai tahapan usianya. Jangan memberikan pantangan makan. Karena semakin lama kita menunda untuk makan jenis makanan tertentu, semakin tinggi potensi anak terkena alergi,” tegas dr. Dina.

Alergi pada bayi karena faktor keturunan

dr. Dina mengingatkan, alergi sejatinya tidak ditularkan tapi diturunkan melalui faktor genetik. Artinya bayi yang terkena alergi saat masih dalam masa menyusui sesungguhnya bukan tertular karena ASI sang ibu, tapi memang karena turunan faktor genetik orang tuanya.

Dalam hal ini bisa saja alergi menurun dari gen ibu, ayah, gabungan keduanya, atau bahkan ada sumbangsih dari pihak keluarga yang lain semisal kakek atau nenek.

Jika salah satu dari orang tua anak memiliki riwayat alergi, maka probabilitas anak tersebut mendapatkan alergi menjadi 20-30%. Kemungkinan tersebut meningkat lagi menjadi 40 % hingga 60% jika kedua orang tua memiliki riwayat alergi.

Apabila kedua orang tua mengidap jenis alergi yang sama, semisal asma, maka kemungkinan anak mewarisi alergi serupa bertambah lagi menjadi 60-80%. Bagaimana dengan anak yang memiliki orang tua tanpa riwayat alergi? Tetap punya kemungkinan mengidap alergi sebesar 5-10% yang bisa saja menurun dari pihak kakek atau nenek sang anak.

“Jadi alergi itu tidak menurun kepada bayi lewat ASI, tapi faktor genetika. Faktor luar juga bisa memicu terjadinya alergi. Contohnya anak yang secara genetik sudah punya riwayat alergi turunan dari orang tuanya, ketika dia berada di lingkungan yang berpolusi atau terpapar asap rokok, risiko alerginya cepat kambuh bisa lebih besar,” lanjut dr. Dina.

Penjelasan sederhana tentang apa itu alergi adalah reaksi berlebihan imun tubuh terhadap zat asing yang dihirup, disuntikkan, tertelan, atau bahkan tersentuh oleh tubuh. Sementara semua jenis zat yang memicu timbulnya reaksi alergi disebut alergen.

Bagi sebagian orang lain zat tersebut mungkin tidak berbahaya, tapi tidak bagi pengidap alergi. Pada alergi, hanya diperlukan satu kali kontak untuk membuat immunoglobulin E (IgE) teraktivasi. Pada kontak selanjutnya, sel imunitas tubuh kita sudah memiliki memori secara spesifik terhadap protein tersebut dan akan memicu timbulnya reaksi yang sama terus menerus.

Cara mengatasi alergi pada bayi

Untuk mengatasinya pun harus melihat riwayat alergi secara umum. Semisal jika alergi makanan. Biasanya pada anak berusia tiga tahun sudah tidak alergi susu karena tubuhnya sudah toleran. Sementara alergi terhadap telur biasanya baru toleran ketika anak berumur lima. Alergi terhadap beberapa makanan laut atau seafood yang biasanya terus terbawa hingga dewasa.

“Yang harus diberikan perhatian khusus itu kalau alerginya menyebabkan eksim. Karena eksim menyebabkan kulit rusak. Kulit yang rusak adalah jalan masuk alergen sehingga memicu alergi makanan atau alergi inheren yang lain,” jelas dr. Dina.

Untuk menentukan seseorang terkena alergi atau tidak harus melalui mekanisme pemeriksaan medis. Sebab pengalaman dr. Dina yang kerap bersentuhan dengan pasien, masih banyak orang tua yang mengambil kesimpulan sendiri tentang alergi pada anaknya hanya berdasarkan asumsi. Contohnya menganggap bahwa semua ruam pada kulit disebabkan oleh alergi.

Lantas dengan asumsi belaka tersebut alih-alih berdasarkan pemeriksaan medis, orang tua langsung mengambil tindakan sendiri. Semisal dengan tidak memberikan konsumsi telur kepada anaknya.

Ternyata walaupun telur sudah stop diberikan kulit anak tetap mengalami ruam. Ini ibarat menambah beban penderitaan anak sebab penyakit tetap ada, sementara kesempatan anak mendapatkan protein dari telur jadi tidak tercukupi. Padahal bisa jadi penyebab ruam tadi adalah hal lain seperti infeksi atau iritasi.

“Organ yang bisa kita lihat untuk menentukan seseorang terkena alergi paling pertama memang kulit. Kedua adalah saluran napas yang bentuknya bisa sesak, asma, atau pilek. Kemudian saluran pencernaan yang jenis alerginya menyebabkan diare, muntah, dan kolik. Tapi kalau orang baru muntah atau diare sekali saja tidak bisa kita diagnosis langsung alergi,” tegas dr. Dina.

Risiko terberat alergi pada bayi

Dari semua reaksi yang ditimbulkan akibat alergi, paling berat adalah yang merembet ke seluruh tubuh sehingga bisa memengaruhi tekanan darah (kardiovaskular).

Efeknya bisa menyebabkan syok atau pingsan alias anafilaksis yang bahkan bisa menimbulkan kematian. Ini terjadi kala sistem imun tubuh merespons alergen yang dianggap berbahaya secara berlebihan sehingga mengakibatkan tekanan darah turun tiba-tiba.

“Gejala awalnya bisa berupa munculnya biduran (bentol pada kulit berwarna kemerahan, gatal-gatal, urtikaria, kaligata) sampai ke mata dan bibir. Anak-anak juga bisa terkena alergi ini,” ungkap dr. Dina. Langkah antisipasi yang bisa dilakukan untuk menghindarkan anak dari alergi adalah dengan mengonsumsi makanan bergizi dan seimbang.

“Jangan pula ada ketakutan yang berlebihan. Belum anaknya alergi sudah pantang makan makanan tertentu. Padahal itu justru makin tinggi menyebabkan potensi alergi,” pungkas dr. Dina.