Tak terasa, bulan Ramadan telah tiba. Meski tahun ini harus dilalui di tengah pandemi COVID-19, puasa tentu saja bisa berjalan normal dan maksimal. Termasuk jika Mom dan Dad, mulai mengajak si kecil untuk melakukannya.

Meski begitu tentu saja ada berbagai rambu yang perlu diperhatikan agar si kecil bisa menjalankan puasa dengan kondisi sehat, daya tahan tubuh pun tidak terganggu.

Dilihat dari kacamata medis, dr. Meta Hanindita SpA(K) mengatakan sebenarnya tidak ada aturan terkait usia yang menentukan boleh tidaknya anak bisa dikenalkan dan diajak mulai ikut berpuasa.

“Sebenarnya, sih, nggak ada aturan ya, usia berapa yang layak kapan anak boleh diajak berpuasa. Tapi, kalau masih terlalu kecil, di bawah 5 tahun, mereka kan sebenarnya belum paham juga makna puasa. Di Eropa sendiri malah ada guideline kalau puasa ini tidak direkomendasikan untuk anak-anak di bawah 7-8 tahun,” paparnya.

Ia pun mengingatkan lagi, dari segi agama pun puasa ini memang diperuntukan bagi anak yang sudah masuk usia baligh.

Untuk menjawab pertanyaan bagaimana mengajarkan anak berpuasa, penting juga melihat bagaimana pertumbuhan dan perkembangan anak saat ini. Bisa dilihat dari berat badan normal sesuai usianya atau tidak. Jangan sampai dengan berpuasa, berat anak jadi berkurang dan berujung dengan timbulnya risiko bagi tumbuh kembang anak.

“Dikenalkan, sih, boleh saja. Tapi prinsipnya jangan dipaksa. Awalnya bisa dimulai dengan nggak sarapan dulu, puasa 4 jam. Lalu ditambah jadi 6 jam, buka saat dzuhur. Dan tentu saja perlu memerhatikan nutrisi anak. Jangan sampai kebutuhan makronutrien dan mikronutrien tidak terpenuhi dengan baik.”

Anak berpuasa saat pandemi COVID-19

Mengingat tahun ini masyarakat menjalankan ibadah puasa di tengah pandemi, maka asupan nutrisi tentu saja tidak bisa disepelekan. Hal ini terkait dengan upaya meningkatkan daya tahan tubuh.

Ditegaskan oleh dr. Meta, baik saat pandemi atau pun tidak, nutrisi anak tentu saja wajib diperhatikan.

Kebutuhan nutrisi pada anak bisa terpenuhi dengan asupan makronutrien dan mikronutrien. Kedua golongan zat gizi tersebut didapatkan dari asupan makan yang seimbang. Makronutrien terdiri dari lemak, protein, dan karbohidrat sedangkan mikronutrien terdiri dari vitamin dan mineral.

“Sebenarnya usia berapapun, anak puasa atau tidak, semua kebutuhan nutrisi ini memang harus dipenuhi. Harus tercukupi semua. Nah, semua ini tentu saja harus ada dalam menu lengkap seimbang. Pertimbangkan juga tekstur, rasa, ragam menu yang diberikan pada anak.”

Dan yang tak kalah penting, saat anak itu berpuasa, tentu saja perhatikan kebutuhan cairannya.

“Nah, saat puasa ini memang agak tricky, sih. Tapi memang jangan lupa untuk menjaga asupan minum. Hidrasi penting banget. Setidaknya kebutuhan cairan anak ini agar bisa terhidrasi dengan 8 gelas sehari. Untuk mencukupinya tidak harus dengan minum saja. Tapi, bisa diakali dengan makanan berkuah, buah-buahan yang mengandung air,” tegas dr. Meta lagi.

Buka puasa dengan gorengan boleh saja, asal…..

Pada umumnya, masyarakat Indonesia lebih senang mengonsumsi goreng-gorengan untuk berbuka puasa. Sebut saja, tahu goreng, bakwan, atau pisang goreng, kerap disajikan sebagai menu takjil.

Dalam hal ini, dokter anak yang praktik di RSUD Dr Soetomo, Surabaya ini mengatakan, makan gorengan sebenarnya tidak dilarang. Namun, porsinya tentu saja tidak boleh berlebihan. Lagipula, usia anak-anak sebenarnya juga masih membutuhkan lemak yang didapatkan dari gorengan.

“Tapi, ya, jangan banyak-banyak juga. Apapun yang berlebihan itu kan tidak baik. Lagi pula, kebutuhan lemak pada anak usia sekola tentu saja jauh lebih sedikit dibandingkan saat masih MPASI.”

dr. Meta melanjutkan, pada saat berbuka sangat dianjurkan mengonsumsi makanan dengan indeks glikemik tinggi. Tujuannya untuk meningkatkan kadar gula darah. Oleh karena itu makanan yang rasanya manis, seperti kurma, atau buah semangka bisa dipilih untuk menu berbuka puasa.

“Saat buka puasa, memang sebaiknya berbuka dengan air putih. Teh manis juga tidak apa, asalkan jangan berlebihan,” tambah dr. Meta.

“Sedangkan pada saat sahur konsumsi makanan dengan indeks glikemik rendah untuk mempertahankan rasa kenyang. Misalnya makanan yang berserat, sayuran, oatmeal, tapi kombinasi makanan protein, lemak sehat ini bisa menurunkan indeks glikemik sehingga mengenyangkan. Jadi makanan variasi menu seimbang tetap harus jadi pilihan,” kata Meta.

Anak puasa, perlukah multivitamin?

Untuk memastikan asupan nutrisi anak terpenuhi dengan baik sehingga membantu daya tubuh jadi maksimal, tidak sedikit Mom dan Dad yang bertanya, apakah sebaiknya anak diberikan multivitamin?

Dijelaskan oleh dr. Meta bahwa tujuan memberikan multivitamin sebenarnya untuk mendukung dan menambah nutrisi anak. Artinya, selama asupan makanan sudah tercukupi dengan baik, maka vitamin ini tidak diperlukan.

“Vitamin dan suplemen sebenarnya sifatnya untuk memenuhi kebutuhan mikronutrien yang tidak dapat dipenuhi dari kebutuhan sehari-hari. Artinya, kalau vitamin dan mineral yang dibutuhkan anak sudah tercukupi dari makanan sehari-hari, atau makanan menu seimbangnya sudah baik tentu tidak perlu vitamin dan suplemen,” tandas Meta.

“Jangan lupa melakukan aktivitas fisik. Meski di rumah saja, bisa stretching atau main sepeda di halaman rumah. Biar nggak capek, bisa dilakukan sore hari sebelum buka puasa,” tukas dr. Meta.