Selama ini, induksi persalinan mungkin bukanlah hal asing untuk Mom. Namun, apakah Mom sudah paham mengenai arti dari induksi?

Atau bahkan, apakah Mom tahu kondisi seperti apa yang direkomendasikan dan apa yang tidak diperbolehkan untuk tindakan induksi ini?

Nah untuk mengetahuinya, yuk Mom kita bahas selengkapnya pada artikel kali ini!

Kalkulator HPL

Apa itu Induksi Persalinan?

Induksi persalinan adalah proses menstimulasi rahim dengan menggunakan cara mekanik atau obat-obatan dengan tujuan untuk mempercepat proses persalinan.

Cara mekanik yang dimaksudkan adalah dengan memasangkan kateter urin, stripping (memisahkan kantung ketuban dengan dinding rahim), atau amniotomi (memecahkan kantung ketuban).

Perlu diingat, meski relatif aman, induksi persalinan juga tetap memiliki sejumlah risiko dan kemungkinan besar akan menimbulkan perasaan tidak nyaman untuk Anda yang menjalankannya.

Maka dari itu, tidak semua pasien akan direkomendasikan untuk tindakan induksi ini, Mom.

Dengan kata lain, terdapat kondisi-kondisi khusus di mana Mom disarankan untuk melakukan induksi.

Indikasi Induksi Persalinan

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, tindakan induksi ini hanya akan dilakukan setelah mempertimbangkan keuntungan yang didapat melebihi dari risiko yang mungkin terjadi.

Meskipun demikian, induksi persalinan sebenarnya relatif aman selama mengikuti anjuran prosedur, didasarkan atas indikasi medis yang jelas, tidak ditemukan adanya kontraindikasi, dan disertai dengan pengawasan ketat.

Adapun beberapa indikasi induksi persalinan yang biasa terjadi yaitu:

1. Post Term

Indikasi pertama yang akan dibahas ialah kehamilan lewat waktu atau yang biasa disebut dengan post term.

Hal ini dikarenakan adanya beberapa risiko yang mungkin terjadi pada ibu dan janin.

Pada janin, kondisi post term ini akan meningkatkan risiko tertelannya air ketuban yang telah bercampur dengan fesesnya sendiri.

Selain itu, kondisi ini juga mengakibatkan makrosomia atau berat badan bayi di atas rata-rata, gangguan pernapasan pada bayi, hingga yang terberatnya yaitu kondisi yang mengancam nyawa.

Post term juga dapat meningkatkan risiko terjadinya distosia persalinan, yaitu waktu yang diperlukan untuk bersalin menjadi lebih lama atau bahkan tidak maju hingga memerlukan operasi sesar.

Baca juga: 15 Tips Agar Cepat Melahirkan Sebelum HPL, Gerakan & Posisinya

2. Ketuban Pecah Dini

Indikasi lainnya yaitu ketuban pecah dini (KPD), di mana cairan ketuban sudah sedikit pada usia kehamilan minggu ke 36 - 37, pertumbuhan janin terhambat, inkompatibilitas rhesus, infeksi pada cairan ketuban, diabetes melitus, dan hipertensi dalam kehamilan.

Sebagai catatan, dengan adanya indikasi seperti di atas, Mom tidak akan selalu dianjurkan untuk melakukan induksi, namun juga bisa direkomendasikan sesar apabila ditemukan faktor lainnya yang membuat pilihan sesar menjadi lebih aman untuk Mom.

Maka dari itu, perlu adanya komunikasi yang baik antara Mom dengan dokter atau bidan yang menangani.

Kontraindikasi Induksi Persalinan

Selanjutnya, yuk kita kenali lebih jauh seputar kontraindikasi atau kondisi di mana sebaiknya pilihan induksi tidak diambil, Mom. Beberapa di antaranya yaitu:

  • Plasenta previa
  • Presentasi janin yang abnormal
  • Herpes genital
  • Panggul sempit
  • Makrosomia
  • Bayi dengan hidrosefalus
  • Kanker serviks

Bahaya Induksi Persalinan

Adapun beberapa bahaya yang mungkin timbul dari tindakan induksi persalinan adalah sebagai berikut.

  • Kegagalan induksi
  • Detak jantung janin rendah. Oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan ketat terhadap kesejahteraan janin, salah satunya yaitu dengan menghitung detak jantungnya.
  • Infeksi
  • Ruptur uteri. Kemungkinan terjadi ruptur uteri meningkat apabila Mom memiliki luka bekas operasi pada rahim atau luka bekas operasi sesar.
  • Perdarahan

Dengan mengetahui seputar tindakan induksi persalinan ini, semoga Mom menjadi lebih paham sehingga semakin mudah dalam berkonsultasi dengan dokter atau bidan.

Intinya, selalu jaga kesehatan ya, Mom. Sampai jumpa di artikel Ruangmom berikutnya!

Sumber: National Center for Biotechnology Information, World Health Organization, National Health Service

Ditulis oleh: dr. Florencia Adeline

Baca juga: 10 Larangan Setelah Melahirkan Normal, Mom Harus Cermati!