Virus Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah penyebab penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) sehingga sistem kekebalan tubuh seseorang berkurang. Virus ini dapat ditularkan melalui hubungan seksual maupun jarum suntik. Virus HIV/AIDS juga bisa menyerang ibu hamil. Berikut dampak HIV/AIDS terhadap ibu hamil yang perlu Mom waspadai.

Menurunnya sistem kekebalan tubuh

Sudah bukan menjadi rahasia lagi jika penyakit HIV/AIDS berdampak besar pada penurunan sistem kekebalan tubuh. Bagi orang yang tidak hamil, menurunnya sistem kekebalan tubuh atau imun ini hanya berdampak pada dirinya sendiri. Namun, bagi wanita yang mengalami kehamilan akan berisiko pada perkembangan janin di dalam kandungannya.

Salah satu sel yang berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh adalah sel darah putih. Sebab, sel ini adalah yang mengkoordinasikan sistem imun tubuh seseorang. HIV/AIDS secara perlahan akan menyerang bagian-bagian penting dalam sistem imun tersebut. Sehingga dampak penyakit HIV/AIDS terhadap ibu hamil cukup berbahaya.

Apabila ibu hamil yang terjangkit HIV/AIDS mengalami penurunan sistem kekebalan tubuh, maka dampaknya terhadap janin juga tinggi. Bisa jadi janin akan terjangkit oleh virus maupun bakteri berbahaya maupun beracun, bahkan dapat membuat ibu hamil keguguran.

Berpotensi menularkan penyakit pada bayi

Dampak penyakit HIV/AIDS terhadap ibu hamil berikutnya adalah berpotensi menularkan penyakit tersebut pada bayi. Meskipun hal ini masih menimbulkan perdebatan bagi praktisi kesehatan, namun bukan berarti Mom mengabaikan dampak ini.

Risiko penularan penyakit HIV/AIDS pada ibu hamil yang positif berkisar antara 10-20 persen. Penularan penyakit HIV/AIDS ini bisa terjadi sejak awal masa kehamilan. Hal ini akan berlanjut hingga proses persalinan sampai menyusui.

Fakta lain menyebutkan jika kasus penyakit ini yang menyerang anak-anak di bawah usia 10 tahun karena penularan pada masa kehamilan.

Bukan hanya itu saja, bayi yang tertular penyakit HIV/AIDS dapat melalui cairan atau darah ibu hamil yang teinfeksi. Cairan ini biasanya terminum oleh bayi ketika melahirkan atau janin ketika masih dalam kandungan. Perlahan virusnya mulai menginfeksi.

Cairan ASI yang diproduksi oleh ibu hamil juga dikhawatirkan tertular oleh virus ini. Penularan virus lewat ASI dapat meningkat hingga 5-20 persen pada bayi. Terlebih lagi bila ibu hamil mengalami luka pada bagian-bagian tertentu hal ini akan berpotensi menurunkan sistem kekebalan tubuh dan bisa saja menularkan penyakit pada bayi ketika menyusui kelak.

Berpengaruh pada proses persalinan

Dampak penyakit HIV/AIDS bagi ibu hamil juga berpengaruh pada proses persalinan nantinya. Sebagian besar praktisi kesehatan menyebutkan jika ibu hamil yang mengidap penyakit HIV/AIDS perlu dilakukan operasi caesar ketika menjalani proses persalinan. Ini dilakukan untuk mengurangi risiko penularan penyakit tersebut bila menjalani persalinan normal.

Risiko persalinan HIV/AIDS selama proses pesalinan adalah 10-20 persen, namun dapat meningkat hingga 2 persen setiap jamnya sejak ketuban ibu hamil pecah.

Untuk ibu hamil, berdasarkan American College of Obstetricians and Gynecologist menyebutkan bahwa, untuk operasi caesar ibu hamil yang mengidap penyakit HIV/AIDS sebaiknya dilakukan pada saat usia kehamilan mencapai 38 minggu.

Meski dampak penyakit HIV/AIDS terhadap ibu hamil tinggi, akan tetapi bukan berarti tidak bisa ditangani. Mom bisa berkonsultasi ke dokter kandungan untuk mendapatkan penanganan terbaik. Begitu juga Mom yang tidak memiliki HIV/AIDS perlu untuk melakukan pemeriksaan agar persalinan lancar. Semoga bermanfaat.