Sunat pada laki-laki bukan lagi menjadi hal asing di telinga, namun pernahkah Mom mendengar mengenai sunat perempuan? Yup, kabar tentang sunat bayi perempuan sempat menimbulkan pro dan kontra. Bahkan, terdapat Hari Internasional Nol Toleransi Sunat Alat Kelamin Wanita atau International Day of Zero Tolerance to Female Genital Mutilation sebagai bentuk penolakan terhadap tradisi berikut.

Jadi, sebenarnya amankah sunat perempuan dilakukan? Apakah bayi perempuan harus disunat? Sunat bayi perempuan umur berapa? Bagaimana cara sunat bayi perempuan?

Nah, untuk menjawab semua rasa penasaran Mom seputar sunat anak perempuan, yuk baca artikel berikut sampai habis. Dijamin pertanyaan-pertanyaan yang muncul pada benak Anda pun akan terjawab secara tuntas. Langsung saja, cek di bawah ini ya, Mom!

Apa itu sunat perempuan?

Secara umum, melansir laman Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), sunat dalam bahasa medis disebut juga sebagai sirkumsisi. Sunat atau sirkumsisi adalah tindakan membuang sebagian hingga seluruh kulit penutup pada bagian depan kelamin.

Umumnya, tindakan ini dilakukan pada alat kelamin anak laki-laki. Sunat laki-laki dilakukan dengan membuang kulit penutup depan dari prepusium atau glans penis. Tujuannya yakni untuk menjaga agar penis bersih dari tumpukan lemak yang terdapat di lipatan kulit prepusium.

Manfaat lain yang didapat dari sunat adalah menurunkan risiko infeksi saluran kemih, infeksi penis, hingga mencegah terjadinya risiko penyakit menular seksual pada usia dewasa.

Untuk wanita, tindakan sunat biasanya dilakukan dengan memotong atau membersihkan sedikit kulit penutup klitoris yang disebut sebagai prepusium.

Akan tetapi, cara sunat bayi perempuan tersebut tidak direkomendasikan secara medis karena belum terbukti memiliki manfaat dari segi kesehatan.

Di lain sisi, tidak semua bayi atau anak perempuan memiliki preputium yang menutup klitoris atau saluran kemih. Sehingga ahli medis menilai bahwa sunat tidak perlu dilakukan pada setiap perempuan.

Pro dan kontra sunat perempuan

Sementara itu, menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) terdapat sekitar 4 jenis sunat perempuan yang biasanya dilakukan, antara lain:

  • Klitoridektomia: Pengangkatan seluruh atau sebagian klitoris dan kulit di sekitarnya.

  • Eksisi: Pengangkatan sebagian atau seluruh klitoris di samping pengangkatan labia minora atau lipatan kulit di bagian dalam sekeliling vagina.

  • Infibulation: Pemotongan serta perubahan letak labia minora dan labia majora yang merupakan lipatan kulit bagian luar di sekeliling vagina.

  • Tipe menindik & menggores jaringan di sekitar lubang vagina.

Sayangnya, keempat jenis sunat bayi perempuan tadi dinilai tidak memiliki manfaat kesehatan. Bahkan, beberapa ahli menganggap tindakan tersebut berisiko pada kesehatan seksual perempuan.

Seperti yang dijelaskan oleh Dokter Artha Budi Susila Duarsa, M Kes, dari Lembaga Studi Kependudukan dan Gender Universitas YARSI, bahwa menghilangkan klitoris hanya akan menurunkan kepekaan perempuan terhadap rangsangan seksual.

Tak hanya itu, labia minora atau kulit luar juga dipenuhi dengan saraf sehingga bagian ini sensitif terhadap rangsangan seksual. Sama halnya dengan klitoris, memotong labia minora juga dapat membuat perempuan kurang peka terhadap stimulasi seksual.

Melansir laman IDAI, di Indonesia sendiri sebenarnya pernah mengeluarkan prosedur sunat perempuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 1636/Menkes/PER/XI tahun 2010.

Akan tetapi, seiring berkembangnya pengetahuan medis maupun sadarnya akan risiko kesehatan yang ditimbulkan dari sunat perempuan, peraturan tersebut pun dicabut.

Pada Permenkes No. 6 tahun 2014 disebutkan jika sunat perempuan hingga saat ini tidaklah termasuk tindakan kedokteran karena pelaksanaannya tak berdasarkan indikasi medis dan belum terbukti bermanfaat bagi kesehatan.

Meski demikian, pandangan berbeda juga disampaikan oleh DR. dr. Nur Rasyid, SpU(K), Ketua Departemen Urologi RSCM. Menurutnya, sunat perempuan yang kebanyakan dipraktikan merupakan penyayatan penutup klitoris semata.

Proses ini dinilai tidak akan membahayakan organ genital anak perempuan. Pasalnya, tindakan lapisan penutup klitoris sudah bisa dirobek dengan menggunakan jarum saja. Dengan begitu, klitoris pun menjadi lebih terekspos dan perempuan mampu menikmati rangsangan secara maksimal.

Baca juga: Sunat Bayi Laki-laki, Kenali Manfaat dan Risikonya Berikut Ini!

Risiko yang Perlu Diperhatikan

Melansir dari berbagai sumber, ada beberapa dampak atau risiko yang ditimbulkan dari melakukan sunat perempuan. Terlebih, jika sunat bayi perempuan melibatkan pengangkatan sebagian atau keseluruhan klitoris. Beberapa dampak sunat bayi perempuan di antaranya adalah:

  • Rasa sakit berkepanjangan saat berhubungan seks ketika dewasa.

  • Menambah risiko terjadinya disfungsi seksual pada perempuan.

  • Infeksi saluran kemih kronis.

  • Terjadinya perdarahan selepas sunat yang bisa mengakibatkan kematian.

  • Adanya infeksi pada seluruh organ panggul yang berdampak sepsis.

  • Retensi urine, akibat pembengkakan dan sumbatan uretra terkait sunat perempuan.

Secara umum, dari sisi medis, sebenarnya belum ada penelitian yang mendukung bahwa tindakan sunat perempuan akan memberikan manfaat.

Tidak hanya itu, sunat perempuan yang dilakukan berlebih atau tidak dalam pengawasan ahli juga dapat menimbulkan risiko perdarahan hingga menyebabkan kerusakan kronis pada daerah genital perempuan.

Oleh karenanya, lahirlah Hari Internasional Nol Toleransi Sunat Alat Kelamin Wanita atau International Day of Zero Tolerance to Female Genital Mutilation yang diperingati setiap tanggal 6 Februari. Hari besar apakah sebenarnya itu? Yuk cek informasinya di bawah.

Hari Internasional Nol Toleransi Sunat Alat Kelamin Wanita

Hari Internasional Nol Toleransi Sunat Alat Kelamin Wanita atau International Day of Zero Tolerance to Female Genital Mutilation adalah hari besar yang diperingati setiap tanggal 6 Februari. PBB menetapkan hari spesial tersebut sejak tahun 2012.

Hari Internasional Nol Toleransi Sunat Alat Kelamin Wanita atau International Day of Zero Tolerance to Female Genital Mutilation bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya sunat perempuan sekaligus sebagai bentuk upaya pemberantasan aktivitas sunat anak perempuan yang masih dilakukan di beberapa negara.

Di mana WHO (World Health Organization) bersama dengan UNICEF (United Nations International Children’s Emergency Fund) menentang praktik sunat bayi perempuan dan mengakuinya secara internasional sebagai pelanggaran hak asasi perempuan dan anak perempuan.

Kesimpulan

Itulah informasi seputar sunat perempuan yang patut Mom ketahui. Sunat bayi perempuan bukanlah hal wajib seperti pada anak laki-laki. Sebab, sampai sekarang pun masih belum ditemukan manfaat sunat wanita dalam sisi medis.

Atas dasar itulah lahir Hari Internasional Nol Toleransi Sunat Alat Kelamin Wanita atau International Day of Zero Tolerance to Female Genital Mutilation sebagai bentuk peringatan terhadap dampak negatif dari praktik sunat anak perempuan.

Baca juga: Pada Usia Kehamilan Berapa Mom Bisa Mengetahui Jenis Kelamin Janin?