CeritaMom adalah inisiatif tim redaksi Ruangmom untuk mempersembahkan cerita asli dari komunitas Ruangmom. Setiap minggu, kami mengumpulkan cerita-cerita dari komunitas mengenai berbagai macam topik seperti pernikahan, cerita-cerita kehamilan, relationship, dan lain-lain.

Cerita terbaik akan kami angkat menjadi CeritaMom! Kami berharap CeritaMom tersebut akan berguna atau relatable kepada Mom lain.

Di CeritaMom kali ini, kami mengangkat pengalaman hamil anak kedua Mom Uli. Saat Mom Uli hamil dengan anak keduanya, dia mendapat sebuah tantangan unik, yaitu menyapih anak pertamanya saat hamill.

Mom Uli berharap, pengalaman dia akan berguna untuk Mom lain yang melewati keadaan sama. Mari kita simak pengalaman Mom Uli di bawah ini!

Pengalaman Mom Uli Menyapih saat Hamil Anak Kedua

“Aku belum siap, Bi. Aku masih ingin bermain berdua bersama Jeje.”

Itu kata kata yang selalu aku lontarkan setelah mual dan muntah di awal kehamilan anak kedua kepada suami. Kehamilan keduaku benar-benar penuh drama. Terkadang ada saatnya aku merasa begitu bahagia menerima kehamilan kedua ini. Namun, tiba tiba mendadak rasa cemas, sedih, marah dan kesal muncul bersamaan seolah ada banyak bagian diri ini yang meminta perhatian.

Perasaan bersalah selalu mendominasi di hari-hari kehamilan. Ya, rasa bersalah dan tak berdaya karena tak bisa optimal membersamai Jeje, anakku yang pertama. Perasaan sedih juga tak mau kalah, rindu yang menggebu dengan masakan Ibu membuat hari-hari makin kelabu. Ibu dan Ayah sudah pasti tidak bisa menengok, karena kondisi Ayah yang masih dalam masa pemulihan setelah terserang stroke awal tahun lalu. Hal inilah yang sering kali membuat aku menjadi lebih pemurung dan pemarah dari biasanya.

Alhamdulillah, nasib baik punya suami yang berhati luas. Berusaha menerima, memahami, dan menasehati dengan lemah lembutnya. Tapi, tentu hal yang tak bisa Jeje mengerti dan pahami. Dia terlalu dini untuk harus MENGERTI.

Drama penyapihan pun dimulai. Membuat kondisi kehamilanku makin ga karuan. Tapi tetap berusaha merawat batin agar tetap sehat dan waras. Inhale-exhale itu perlu dan belajar menerima takdir baik-Nya. Dia yang titipkan, Dia pasti mampukan. Begitu mantra yang sering aku ucapkan hasil nasehat suamiku. 1,5 bulan sebelum penyapihan aku sudah mulai sounding ke Jeje. Minggu pertama di 1 bulan sebelum penyapihan, sudah mulai menerapkan untuk menyapih siang hingga malam. Minggu pertama memang awal yang berat (bagi Ibunya). Alhamdulillahnya Jeje ga sampai tantrum. Jeje cukup kooperatif. Ibunya yang ga kooperatif, masih belum rela.

Alhasil di minggu kedua dan ketiga, Jeje mulai menunjukkan atraksinya. Padahal aku sudah mencoba untuk kooperatif. Semua memang tak semulus yang dibayangkan. Galau bercampur kesal setiap malamnya. Belajar lagi untuk memantapkan hati bahwa Jeje tetap akan membutuhkan Ibunya. Berdoa agar diberi tangki kesabaran dan kekuatan dalam menghadapi ini semua. Alhamdulillah H+1 Jeje usia dua tahun, Jeje berhasil sapih full, yang artinya Jeje lulus ASI eksklusif dua tahun. Dia pun mulai mencari kenyamanan sendiri, kadang diminta usap-usap punggung hingga memegang bibir Ibunya, lalu minta dibacakan cerita tentang kisah Nabi Yunus Alaihissalam favoritnya.

Setelah drama panjang penyapihan, aku belajar bangkit, merawat luka luka batin yang sudah lama aku biarkan terbuka. Mencoba mengubah sudut pandang, me-manage ulang list kegiatan yang mampu mempertajam core values aku sebagai Istri dan Ibu, pun sebagai manusia. Ya nyatanya benar, Allah mampukan. Siap tak siap ya memang harus siap. Di saat kita ikhlas menerima dan menjalankan kehidupan yang telah ada, Allah mampukan hingga kita bisa melewati semuanya.

Alhamdulillah, proses persalinan berjalan mulus, benar-benar minim trauma. Si adek cukup kooperatif, karena jauh sebelum melahirkan, aku sudah sering beri afirmasi positif ke adek. Jeje juga lebih tenang, karna aku benar-benar menyempatkan diri bersamanya ketika belajar sambil bermain. Se-pengaruh itu ternyata, Mom.

Terima kasih ya Allah. JanjiMu sungguh benar. Engkau benar-benar mampukan.

Terima kasih suami yang selalu siap siaga pasang bahu dan badan saat dibutuhkan.

Terima kasih anak-anak baik. Semangat untuk tahap perkembangan berikutnya.

Momen kehamilan setiap orang berbeda-beda dan unik. Tak perlu diseragamkan. Apapun jalannya, itulah jalan terbaik.

Jadi itulah pengalaman hamil anak kedua dari Mom Uli. Menyapih memang bukan hal yang mudah, apalagi saat hamil. Tentunya, kesabaran dan pengertian Mom Uli terhadap anak pertamanya patut dicontohkan oleh semua Mom. Untuk para Mom yang sedang menyapih, tetap semangat, ya!

Baca juga: CeritaMom: Kisah Nyata Perselingkuhan Rumah Tangga dari Mom