Pernikahan adalah dilakukannya pertalian suci setiap pasangan demi ikatan yang sah. Dalam Islam, pernikahan juga bagian dari menyempurnakan ibadah bagi seorang muslim. Dalam pernikahan adat Jawa, setiap rangkaian pernikahan terdiri dari berbagai prosesi sakral. Salah satunya yaitu Midodareni, tahapan ini dilakukan sebelum pernikahan tiba.

Keberagaman budaya dan adat istiadat yang dimiliki Indonesia juga berpengaruh pada kehidupan masyarakatnya. Salah satunya yaitu pernikahan yang digelar. Pernikahan adat dijadikan pilihan sebagai bentuk penghormatan kepada pendahulu.

Mom, sebenarnya apa itu midodareni dan apa makna dibalik prosesi tersebut? Untuk lebih mengetahui prosesi midodareni, yuk simak penjelasan berikut.

Apa itu Midodareni?

Midodareni adalah kata yang berasal dari bahasa Jawa, yaitu kata widodari atau bidadari. Pada prosesi ini masyarakat Jawa percaya, bahwa pada malam tersebut akan ada bidadari yang turun dari kayangan untuk menyambangi kediaman calon pengantin wanita.

Konon ceritanya, bidadari ini akan memberi wahyu sehingga dapat mempercantik dan menyempurnakan calon pengantin wanita.

Midodareni biasanya dilakukan pada malam hari sesudah prosesi siraman, yaitu tahap pembersihan bagi kedua calon pengantin sebelum hari sakral pernikahan.

Di mana calon pengantin laki-laki datang bersama keluarga dengan membawa seserahan untuk keluarga perempuan guna mempererat tali silaturahmi.

Pada malam ini, calon pengantin laki-laki tidak diperbolehkan melihat calon istrinya. Calon pengantin perempuan hanya boleh berdiam diri saja di kamar dan yang diperbolehkan melihat hanya saudara serta tamu perempuan saja.

Saat malam midodareni, calon pengantin perempuan tidak tidur dan didampingi oleh sanak keluarga serta pinisepuh. Sang calon pengantin akan mendengarkan banyak nasihat dari para tamu wanita tentang bagaimana menjalankan kehidupan berumah tangga.

Sejarah Midodareni

Beberapa di antara Mom pasti sudah banyak yang mendengar istilah midodareni tetapi masih belum tahu betul mengenai sejarahnya.

Ingatkah Mom tentang legenda Jaka Tarub? Yup benar, legenda yang menceritakan kisah seorang pemuda yang mengambil selendang dari salah satu bidadari yang sedang mandi di danau.

Tradisi upacara midodareni ini berasal dari legenda Jaka Tarub dan Nawangwulan. Konon, Nawangwulan yang merupakan dewi dari kayangan turun untuk menyambangi sang anak yang hendak menikah, Nawangsih.

Dari situ, terdapat mitos pada saat malam midodareni kamar calon pengantin perempuan akan didatangi oleh bidadari yang turun dari kayangan. Oleh karenanya, calon mempelai wanita harus dipingit atau berdiam diri di kamar pada malam menjelang pernikahan.

Susunan acara Midodareni

Upacara midodareni merupakan malam yang cukup panjang untuk kedua calon pengantin. Prosesi ini biasanya dilakukan pada jam 6 sore hingga pada tengah malam jam 12.

Selama itu, calon pengantin tidak diperbolehkan untuk tidur. Lalu, apa saja susunan acara dalam prosesi malam midodareni?

1. Jonggolan

Acara pertama yaitu jonggolan. Dalam prosesi ini calon pengantin laki-laki datang ke rumah calon pengantin wanita untuk menemui orangtuanya.

Maksud dari kedatangannya yaitu untuk menunjukkan bahwa dirinya dalam keadaan sehat dan hatinya telah mantap untuk menikahi putri mereka dan mengucapkan janji suci bersama.

Calon pengantin laki-laki datang bersama dengan perwakilan keluarga besar sembari membawa berbagai seserahan dalam bentuk bingkisan. Seserahan tersebut berisi barang keperluan sehari-hari, berupa:

  • Pakaian

  • Alas kaki

  • Alat make up atau kosmetik

  • Buah-buahan

  • Jajanan atau makanan tradisional

Uniknya, seserahan harus diberikan dalam jumlah ganjil. Seserahan tersebut nantinya akan diserahkan oleh wakil dari keluarga laki-laki kepada keluarga perempuan untuk disimpan di dalam kamar pengantin.

Selama itu, calon pengantin laki-laki menunggu di depan dan hanya boleh disuguhi air putih oleh calon ibu mertuanya.

Baca Juga: Seputar Seserahan dan Hantaran, Apa Saja Macamnya?

2. Tantingan

Setelah calon pengantin laki-laki datang dengan kemantapan hatinya, ini saatnya mempertanyakan kembali apakah calon pengantin perempuan juga sudah mantap menerima pinangan kekasihnya tersebut.

Saat malam midodareni, calon pengantin wanita tidak diperbolehkan untuk keluar ruangan selama waktu yang telah ditentukan karena dalam masa pingitan.

Karena itu, kedua orangtua akan mendatanginya dan menanyakan kembali kemantapan hatinya untuk berumah tangga dengan menerima lamarannya.

Setelah itu, pengantin perempuan akan ikhlas dengan keputusannya dan menyerahkan sepenuhnya kepada orang tua.

3. Penyerahan Catur Wedha

Prosesi selanjutnya yaitu penyerahan catur wedha, yaitu wejangan yang disampaikan oleh ayah dari calon pengantin perempuan kepada calon pengantin laki-laki. Adapun isi dari wejangan yang diberikan, yaitu:

  • Hangayomi, yaitu pria harus mengayomi dan melindungi istri dengan sepenuh hati. Sama halnya ketika orang tua melindungi anaknya tanpa pamrih.

  • Hangayani, yaitu menyejahterakan. Sudah sepatutnya laki-laki bertanggung jawab sebagai kepala keluarga dengan mencukupi segala kebutuhan istri. Tidak bisa dipungkiri bahwa rumah tangga dapat kekal karena kepala keluarga bisa menyejahterakan istri.

  • Hangayemi, atau mengayomi yaitu memberikan rasa nyaman. Hanya kenyamananlah yang dapat membuat pasangan memiliki rasa cinta yang tiada habisnya.

  • Hanganthi, yaitu harus menuntun atau memimpin. Laki-laki harus bisa menjadi pemimpin bagi keluarganya, yang nantinya akan menyetir semua perjalanan rumah tangga bersama istri dan anak-anaknya.

Seperti namanya, catur wedha berisi 4 pedoman hidup. Pedoman ini diharapkan bisa dijadikan bekal untuk kedua calon pengantin dalam mengarungi kehidupan berumah tangga. Wejangan ini bermakna jika dalam menjalani pernikahan selalu ada pedoman yang perlu diikuti demi menjaga keharmonisan rumah tangga selamanya.

4. Wilujengan Majemukan

Sesudah pembacaan catur wedha, malam midodareni ditutup dengan wilujeng majemukan. Prosesi ini yakni silaturahmi antara dua keluarga calon pengantin untuk merelakan anak mereka membangun rumah tangga bersama.

Kemudian, keluarga calon pengantin perempuan menyerahkan asul-asul dari seserahan yang dibawa. Asul-asul tersebut dapat berupa makanan, pakaian, dan sebuah keris yang bermakna bahwa laki-laki diharapkan dapat menjaga dan melindungi keluarganya kelak.

Itu tadi pengertian, sejarah hingga susunan acara midodareni. Bagi Mom yang sudah menjalani pernihakan dengan menyelenggarakannya dalam adat Jawa, pasti sudah tidak asing lagi dengan upacara midodareni.

Ternyata setiap prosesi dalam malam midodareni juga memiliki makna yang mendalam. Malam tersebut juga menjadi malam terakhir kedua calon mempelai menjalani masa lajang.

Baca Juga: Hal-hal Seputar Mahar Pernikahan yang Wajib Diketahui