Tahukah Anda bahwa perencanaan keluarga sebelum menikah perlu dilakukan oleh calon suami istri? Hal ini tentu saja dilakukan untuk mencapai tujuan finansial dan mencegah konflik di dalam rumah tangga.

Sayangnya, hal ini justru sering dilupakan. Setidaknya hal ini tercermin dari kisah Melinda, Mom muda dengan satu orang anak yang berusia dua tahun ini mengeluhkan kalau selama ini sang suami terlihat tidak terbuka dalam hal keuangan.

Kepada RuangMom ia mengatakan, “Selama menikah, saya merasa suami memang kurang terbuka mengenai keuangan. Memang, sih, saya tahu gajinya berapa. Tapi detail pengeluaran, saya sama sekali tidak tahu. Kadang yang bikin saya kesal, saat tengah bulan dan butuh dana dadakan, saya merasa kesulitan untuk memintanya. Padahal, dana tersebut memang dibutuhkan, bukan untuk bersenang-senang. Kalau sudah begini, ujung-ujungnya kami jadi bertengkar,” paparnya.

Berbeda dengan Melinda, Ratna (35 tahun) justru mengalami kondisi yang lebih pelik. Pernikahannya harus berakhir lantaran dirinya sudah tidak kuat dengan perilaku sang suami yang cenderung tidak bertanggung jawab. Menurutnya, sebagai kepala keluarga, sang suami justru tidak bisa memenuhi kebutuhan seluruh keluarga.

“Jangankan untuk kami liburan. Untuk pendidikan anak saja, saya yang harus kerja keras. Memutar otak bagaimana harus memenuhi kebutuhan keluarga. Memang suami saja ini tidak bekerja kantoran karena punya usaha kecil-kecilan, sayangnya bisnis yang ia rintis bangkrut. Uang tabungan habis, sampai saya yang harus banting tulang. Sayangnya, suami saya justru terlihat santai. Tidak tahan, kami pun akhirnya bercerai,” urainya.

Apa yang dialami Ratna dan Melinda tentu bisa dialami siapa pun juga. Namun, lewat pengalaman tersebut bisa mencerminkan kalau kondisi keuangan yang tidak sehat bisa menjadi salah satu penyebab kehancuran rumah tangga.

Sebuah survei yang dilakukan firma hukum Slater dan Gordon yang dilakukan lebih dari 2.000 orang dewasa memperlihatkan kalau uang menjadi salah satu alasan mengapa pasangan suami istri berpisah. Satu dari lima orang mengatakan kalau penyebab terbesar dari perselisihan pernikahan dikarenakan masalah uang.

Oleh karena itulah, sebagai upaya pencegahan terjadinya konflik di dalam rumah tangga akibat faktor keuangan, penting bagi suami istri mendiskusikan perencanaan keuangan secara matang.

Hal ini pun ditegaskan oleh Metta Anggriani selaku Financial Planner, kepada RuangMom, ia menandaskan, “Dalam pembicaraan masalah keuangan di dalam keluarga, tentu saja harus saling terbuka dan disepakati bersama-sama. Kemudian, dari sini bisa ditentukan peran suami ataupun istri seperti apa. Jangan lupa lakukan review keuangan secara berkala. Ini jadi penting, apalagi kalau ada perubahan di tengah jalan. Misalnya, semula istri bantu bekerja, namun karena baru melahirkan dan punya bayi jadi harus berhenti kerja dulu.”

Dilanjutkan Metta, pada umumnya memang suami sebagai breadwinner berperan untuk memperoleh penghasilan bagi keluarga. Sedangkan istri, akan membantu dalam mengelola keuangan. Hal ini pun berlaku jika istri ikut membantu perekonomian keluarga dengan cara bekerja, baik di kantor ataupun dengan bisnis yang bisa dilakukan di rumah

“Ini juga dikarenakan perempuan biasanya lebih detail, jadi istri bantu mengelola uang utk operasional di dalam keluarga, mengatur cash flow biar tidak banyak bocor. Sedangkan suami. Mereka lebih high level dengan meng-address kebutuhan keluarga besar, misalnya beli rumah, beli mobil, atau rencana investasi.”.

Untuk mencegah terjadinya konflik di dalam keluarga yang disebabkan karena masalah finansial, termasuk membantu agar tujuan finansial keluarga bisa tercapai, Metta mengatakan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Apa saja?

  1. Pastikan untuk bisa saling terbuka saat membicarakan segala hal yang terkait dengan perencanaan keluarga sebelum menikah.

  2. Identifikasi kebutuhan hidup bersama, baik kebutuhan jangka pendek, menengah & panjang. Dari sini akan terlihat mana yang menjadi prioritas dan tidak.

  3. Membagi tugas, antara suami istri. Siapa yang fokus untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek, dan jangka panjang seperti investasi.

  4. Review keuangan secara berkala.

  5. Tentukan apa saja tujuan keuangan keluarga di masa mendatang. Misalnya, keinginan untuk bisa menyekolahkan anak di luar negeri, atau rencana liburan.

  6. Di samping investasi untuk masa depan, jangan lupa siapkan dana darurat untuk menyiapkan terjadikan hal buruk di kemudian hari. Sebagai contoh, suami dipecat di perusahaannya.

  7. Pentingnya menjaga menjaga kepercayaan dan mengetahui bagaimana cara berkomunikasi yang baik.