Masa karantina untuk menghindari penyebaran virus corona membuat Mom dan Dad lebih banyak menghabiskan waktu bersama di rumah. Awalnya mungkin ini adalah hal yang menyenangkan, menikmati masa karantina dengan melakukan berbagai hal bersama pasangan.

Apalagi untuk Mom dan pasangan yang sibuk, memiliki waktu bersama di rumah saja dalam waktu tidak sebentar tentu menjadi impian bukan?

Tapi hati-hati Mom, ternyata menghabiskan waktu bersama pasangan dan selalu melihat kehadirannya selama 24 jam ternyata rentan memicu konflik rumah tangga. Apa saja yang pemicu konflik selama masa isolasi karena corona?

1. Stres dan merasa tertekan dalam rumah

Ketegangan emosi dengan pasangan bisa saja terjadi akibat tingkat stres yang tinggi selama masa karantina di rumah. Keributan-keributan tersebut bisa menimbulkan ketidakharmonisan yang mungkin berujung pada perceraian.

Belum lagi keributan yang memicu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Studi menunjukkan angka perceraian di Tiongkok meningkat selama masa lockdown untuk mencegah penyebaran virus COVID-19.

Berdasarkan data dari kantor pencatatan sipil di Tiongkok, tingkat perceraian meningkat secara signifikan karena pasangan menghabiskan terlalu banyak waktu bersama di rumah selama lockdown. Lebih dari 300 pasangan mendaftarkan perceraian sejak 24 Februari lalu di Provinsi Sichuan, Tiongkok.

2. Pasangan yang terlalu khawatir dan takut

Menyikapi pandemi COVID-19, Mom dan Dad perlu bekerja sama dengan baik. Artinya saling memberikan dukungan yang positif. Hindari rasa takut yang berlebihan atau kekhawatiran, sebab ini akan membuat hubungan pasangan suami istri dalam kondisi tertekan.

Apalagi saat Mom dan Dad terlalu lama menghabiskan waktu bersama disinyalir dapat menimbulkan emosi, ketegangan, perseteruan, hingga kekerasan dalam rumah tangga. Belum lagi, tingkat stres cenderung meningkat saat menjalani masa karantina.

Tidak berinteraksi langsung dengan orang lain di luar rumah dan kecemasan yang berlebihan menimbulkan rasa takut. Jika masing-masing pasangan tidak bisa mengendalikan cemas berlebihan ini disinyalir akan timbul depresi yang mengakibatkan gangguan tidur. Akibatnya tubuh pun mengalami penurunan kesehatan.

Studi di Tiongkok menunjukkan bahwa 50,4 persen orang mengalami gejala depresi, 44,6 persen merasakan kecemasan, dan 34 persen mengalami insomnia.

3. Masalah finansial

Mom, masalah finansial akibat pandemik corona ini bisa menjadi pemicu utama dari konflik rumah tangga. Apalagi karantina dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) juga membuat banyak orang menjadi pengangguran karena kehilangan pekerjaan dan penghasilan.

Sementara kebutuhan rumah tangga ketika seluruh anggota keluarga ada di rumah justru meningkat.

Kondisi orang yang seperti berada dalam kurungan ini pun dapat memengaruhi kesehatan mental. Emosi Mom atau Dad menjadi mudah terpancing, terutama ketika membicarakan soal kondisi keuangan rumah tangga.

Dampak buruknya jika tidak bisa disikapi dengan kepala dingin dan mencari jalan keluar yang baik, pasangan suami istri memilih untuk berpisah atau membiarkan kondisi tidak harmonis ini berlarut-larut sehingga hubungan semakin renggang.

4. Putus asa dan menyerah pada kondisi

Psikolog Nova Riyanti Yusuf mengatakan, kondisi tertekan yang berlangsung lama bisa membuat seorang manusia yang tegar sekalipun jatuh dalam dua kondisi: “behavioral disengagement.”

Behavioral disengagement merupakan kondisi saat seseorang kurang berusaha dalam menghadapi stressor. Tak sedikit juga orang yang menyerah, memilih lebih banyak melamun, berkhayal, tidur, atau terpaku menonton televisi untuk melarikan diri dari masalah.

Kondisi ini bisa menyulut konflik karena menganggap salah satu pihak tidak berbuat apa-apa selama di rumah saja.

Padahal, kerja sama antara pasangan sangat diperlukan di tengah kondisi sulit ini. Misal, Dad membantu Mom dalam mengasuh anak. Atau Mom membantu Dad untuk mencari sumber penghasilan yang dapat dilakukan di rumah.

Untuk menjaga keharmonisan rumah tangga selama di rumah saja karena karantina COVID-19, ada baiknya masing-masing pasangan tetap memiliki waktu sendiri. Misal melakukan hobi sebagai pengalihan emosi dan cara untuk mengelola stres agar tidak dilampiaskan kepada anggota keluarga lainnya.

Baca juga: Calon Pasutri, Inilah 6 Penyebab Umum Pertengkaran dalam Rumah Tangga