Gejala TB pada anak memang terkadang mirip dengan gejala penyakit lebih ringan sehingga mungkin disepelekan oleh para orangtua.

Meskipun itu, penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis ini sangat berbahaya dan bisa menyebabkan kematian jika tidak ditangani.

Pada umumnya, penyakit ini menyerang paru-paru, tetapi ini tidak menutupi kemungkinan organ lain seperti ginjal, hati, usus, kelenjar getah bening, mata, selaput otak, dan kulit.

Agar Mom lebih sadar terhadap penyakit ini, mari kenali beberapa gejala TBC pada anak serta, diagnosa dan cara pengobatannya.

Gejala TBC pada Anak

Anak dapat terkena TBC pada usia berapapun. Risiko tertinggi adalah pada bayi dan anak berusia kurang dari 2 tahun. Perjalanan penyakit TBC anak dari terinfeksi menjadi sakit TBC mayoritas terjadi selama 1 tahun setelah anak terinfeksi.

Secara umum, gejala TBC terdiri dari gejala sistemik seperti batuk terus menerus, demam lama, berat badan turun, lemah letih lesu, keringat malam dan gejala lokal tergantung organ yang terkena misalnya kelenjar getah bening.

Gejala utama TBC antara lain adalah batuk lama atau persisten selama 2 minggu atau lebih, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau intensitas semakin lama semakin parah) dan penyebab lain batuk telah disingkirkan.

Demam lama (2 minggu atau lebih) atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Pada umumnya, emam tidak tinggi (subfebris) dan dapat disertai keringat malam.

Lalu, juga ada nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, yang disertai dengan gagal tumbuh (failure to thrive). Berat badan anak bisa turun atau tidak naik dalam 2 bulan meskipun telah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik dalam waktu 1-2 bulan.

Selain itu, rasa lesu akan membuat anak kurang aktif bermain. Adapun keringat malam, namun keringat malam saja apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain bukan merupakan gejala spesifik TB pada anak.

Terakhir, gejala TBC yang mungkin terlewatkan adalah pembesaran pada kelenjar getah bening. TBC menyebabkan pembesaran KGB dengan diameter sekitar 1 cm, konsistensi kenyal, tidak nyeri dan saling melekat.

Cara Diagnosis TBC pada Anak

TBC pada anak dapat ditemukan melalui 2 pendekatan utama yaitu investigasi terhadap anak yang kontak erat dengan pasien TBC dewasa aktif dan menular, serta anak yang datang ke pelayanan kesehatan dengan gejala dan tanda klinis yang mengarah ke TBC.

Pada umumnya, diagnosis pasti TBC adalah dengan cara menemukan kuman M. tuberculosis pada pemeriksaan sampel sputum (dahak), bilas lambung, cairan otak (serebrospinal), cairan di pleura (lapisan paru) maupun biopsi jaringan.

Dengan hanya melihat gejala saja, diagnosis pasti terhadap TBC susah untuk dilakukan.

Dengan itu, riwayat kontak erat dengan pasien TB menular (BTA positif) merupakan salah satu informasi penting adanya sumber penularan.

Selanjutnya, perlu dibuktikan apakah anak telah tertular oleh kuman TBC dengan melakukan uji tuberkulin. Pemeriksaan penunjang utama untuk membantu menegakkan diagnosis TBC pada anak adalah membuktikan adanya infeksi yaitu dengan melakukan uji tuberkulin atau Mantoux test. Pembacaan hasil uji tuberkulin yang dilakukan dengan cara Mantoux (intrakutan) dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dengan mengukur diameter transversal indurasinya.

Tes mantoux dilakukan dengan menyuntikkan antigen TBC (tuberkuloprotein) pada lengan. Pasca penyuntikan, benjolan kecil akan terbentuk pada kulit anak. Apabila benjolan tersebut membesar setelah 48-72 jam, dokter bisa menilai

​​Uji tuberkulin yang positif menandakan adanya reaksi hipersensitivitas terhadap antigen TBC (tuberkuloprotein) yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa pernah ada kuman yang masuk ke dalam tubuh anak, artinya anak sudah terinfeksi TBC.

Penting untuk diingat Mom, Anak yang terinfeksi TBC (hasil uji tuberkulin positif) belum tentu sakit TBC karena tubuh pasien memiliki daya tahan tubuh atau imunitas yang cukup untuk melawan kuman TBC.

Bila daya tahan tubuh anak cukup baik maka secara klinis anak (pasien) akan tampak sehat. Keadaan ini disebut sebagai infeksi TB laten. Namun apabila daya tahan tubuh anak lemah dan tidak mampu mengendalikan kuman, maka anak akan menjadi sakit TB serta menunjukkan gejala klinis dan radiologis. Uji tuberkulin relatif mudah,akurat, dan murah,

Selain uji tuberkulin, ada juga pemeriksaan Interferon-gamma release assay (IGRA) yang bisa dilakukan untuk pemeriksaan TBC.

Sesuai dengan namanya, tes IGRA dapat mendeteksi adanya interferon-gamma pada tubuh. Interferon-gamma merupakan protein yang dihasilkan tubuh saat terserang oleh bakteri yang menyebabkan TBC.

Tes ini memiliki keunggulan dapat membedakan infeksi TBC alamiah dengan BCG dan infeksi TBC dengan mikobakterium atipik.

Baca juga: Pentingnya Imunisasi BCG pada Anak dan Kenali Efek Sampingnya

Tetapi seperti halnya uji tuberkulin, IGRA tetap tidak dapat membedakan antara sakit TB atau hanya terinfeksi TB. Akurasi pemeriksaan IGRA pada bayi dan anak di bawah 2 tahun tidak sebaik uji tuberkulin dan harganya lebih mahal dibandingkan uji tuberkulin. Pada kondisi tidak didapatkan uji tuberkulin, pemeriksaan IGRA dapat dilakukan.

Pemeriksaan penunjang lain yang cukup penting adalah pemeriksaan foto toraks. Namun gambaran foto toraks pada TB tidak khas karena juga dapat dijumpai pada penyakit lain. Dengan itu, deskripsi radiologis saja tidak dapat dijadikan dasar utama diagnosis TBC pada anak.

Akhirnya, diagnosis anak akan dilakukan dengan menggunakan sistem skoring dapat dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan primer. Dengan sistem skoring ini, dokter bisa menilai apabila infeksi tersebut TB aktif atau laten, serta pengobatan yang dibutuhkan.

Pengobatan TBC pada Anak

Tatalaksana TBC pada anak terdiri dari pengobatan dan pencegahan. Pengobatan TBC diberikan pada anak yang sakit TBC, sedangkan pencegahan diberikan pada anak yang kontak erat dengan penderita TBC dewasa (pencegahan primer) atau anak yang terinfeksi TBC tapi tidak menunjukkan gejala sakit TBC (pencegahan sekunder).

Pada umumnya, obat anti tuberkulosis (OAT) yang dipakai dan dosisnya yaitu:

  1. Isoniazid 10 mg/kgBB/hari maksimal 300 mg/hari
  2. Rifampisin 15 mg/kgBB/hari maksimal 600 mg/hari
  3. Pirazinamid 35 mg/kgBB/hari
  4. Etambutol 20 mg/kgBB/hari
  5. Streptomisin 15-40 mg/kgBB/hari

Anak kecil umumnya memiliki jumlah kuman yang jauh lebih sedikit (paucibacillary) sehingga transmisi kuman TBC dari pasien anak juga lebih rendah. Sehingga berbeda dengan orang dewasa, jenis kombinasi obat lebih sedikit (tiga vs empat) kecuali pada anak yang ditemukan kuman BTA (positif), TBC berat dan TBC jenis dewasa.

Pengobatan TBC terdiri dari 2 fase, yaitu fase inisial pada 2 bulan pertama yang terdiri dari isoniazid, rifampisin dan pirazinamid lalu selanjutnya fase lanjutan selama 4 bulan berkurang menjadi isoniazid dan rifampisin saja.

Idealnya, setiap anak dipantau setidaknya tiap 2 minggu pada fase intensif dan tiap 1 bulan pada fase lanjutan sampai terapi selesai. Hal yang dipantau yaitu: gejala, kepatuhan minum obat, efek samping dan pengukuran berat badan. Perlu diingat, dosis obat mengikuti penambahan berat badan.

Lalu, pemeriksaan dahak harus dilakukan pada anak dengan kuman BTA positif pada diagnosis awal, pada akhir bulan kedua, kelima dan keenam. Foto ronsen dada tidak harus rutin dilakukan karena perbaikan radiologis membutuhkan jangka waktu lama (walaupun anak sudah sembuh, namun ronsen dada masih dapat belum menunjukkan perbaikan). Namun, foto ronsen dada tetap dianjurkan pada anak yang mengalami jenis TBC milier setelah pengobatan 1 bulan dan efusi pleura setelah pengobatan 2-4 minggu.

Pencegahan Penyakit TBC Pada Anak

Sekitar 50-60% anak kecil yang tinggal dengan pasien dewasa TBC akan juga terinfeksi TBC. Kira kira 10% dari jumlah tersebut akan mengalami sakit TBC. Infeksi TBC pada anak kecil berisiko menjadi TBC diseminata yang berat (misalnya TBC otak atau TBC milier) sehingga perlu diberikan pencegahan.

Dengan itu, pencegahan primer harus diberikan pada balita sehat yang memiliki kontak dengan pasien TBC dewasa dengan sputum BTA (+), namun pada evaluasi tidak didapatkan gejala dan tanda klinis TBC.

Lalu, pencegahan sekunder harus juga diberikan pada anak dengan bukti infeksi TBC (tes mantoux/uji tuberkulin atau IGRA positif). Obat yang diberikan untuk pencegahan primer maupun sekunder adalah isoniazid dengan dosis 10 mg/kgBB/hari selama 6 bulan, dengan pemantauan dan evaluasi minimal sekali per bulan.

Itu dia ulasan tentang TBC pada anak, termasuk penyebab, gejala, diagnosis, hingga pengobatannya.

Mengingat gejala TBC pada anak sangat mirip dengan penyakit lain yang lebih ringan, pastikan Mom membawa si kecil ke dokter apabila gejala tersebut muncul.

Semoga sehat selalu!

Ditulis oleh: dr. Citra Amelinda, Sp.A, M.Kes, IBCLC