Sejak pandemi, jumlah kasus perceraian di Indonesia kerap meningkat. Menurut laporan dari Statistik Indonesia, jumlah perceraian pada tahun 2021 mencapai 447.743 kasus. Angka ini merupakan peningkatan sebesar 53.50% dibandingkan tahun sebelumnya.

Angka ini dipercaya telah melonjak karena situasi karantina. Terjebak di rumah, disertakan dengan faktor ekonomi yang memburuk bisa meningkatkan stres di rumah tangga. Akibatnya, risiko pertengkaran dan kekerasan antar pasangan meningkat.

Data tersebut juga menunjukkan bahwa 24.66% perceraian diajukan oleh suami. Ini adalah situasi yang dialami oleh Mom Devi (nama asli disamarkan) di CeritaMom kali ini.

Dengan membagi CeritaMom-nya, Mom Devi berharap para pasangan bisa lebih waspada terhadap masalah dan bisa segera mengatasinya. Hubungan pasti akan mengalami pasang surut, tetapi masalah jangan hanya ditutupi saja.

Dengan itu, mari kita simak pengalaman Mom Devi di bawah ini!

Pengalaman Suami Gugat Cerai Istri Mom Devi

Setiap manusia memiliki perjalanan hidup dengan penuh cerita. Baik cerita bahagia maupun duka. Setiap manusia pasti memiliki ujian namun pada titik yang berbeda.

Masih terbenak dalam pikiran ini dan sedikit trauma sampai saat ini ketika momen bahagia menjadi sebuah luka. Yaitu saat melahirkan anak pertama.

Singkat cerita, saya dan suami memutuskan untuk melahirkan di rumah orangtua saya karena kami belum punya banyak pengalaman. Dua Minggu sebelum HPL saya sudah memutuskan untuk cuti melahirkan dari tempat kerja saya.

Kami pun berbenah untuk persiapan menyambut kelahiran anak pertama kami. Saat itu, kami terpisah karena suami harus kerja lagi. Alhasil, kami harus menjalani LDR.

Komunikasi satu-dua hari setelah itu lumayan lancar dan biasa saja. Namun, hubungan kami tiba-tiba mulai rumit.

Masalah lama yang hanya ditutupi muncul lagi. Sampai saat ini belum ada solusinya. Tingkat sebuah kepercayaan dalam rumah tangga kami bisa dibilang pudar karena masalah itu dan rasa prasangka buruk pun selalu hadir setiap harinya.

Pada suatu malam hari di mana kami sedang melakukan panggilan video call, saya merasakan percakapan kami semakin tidak sehat.

Suami sudah tidak perhatian dengan kondisi kehamilan. Pada malam itu juga saya mulai sakit, dan ketika diperiksa sudah mulai pembukaan.

Saya dan keluarga pun langsung ke bidan untuk persiapan persalinan. Suami baru datang pada jam tiga pagi. Alhamdulillah, anak pertama kami lahir setelah adzan Subuh berkumandang.

Tiga hari setelah melahirkan, suami berangkat bekerja lagi karena masa cutinya habis dan kami pun LDR lagi.

Saya mengalami banyak perubahan. Saya merasa kaget menjadi seorang ibu untuk pertama kalinya. Yang biasanya hanya melayani suami sekarang ditambah dengan mengurus anak.

Dengan kondisi yang saat itu sering begadang, saya merasa sangat lelah dan mengalami baby blues. Namun, suami saya tidak mau memahami kondisi, yang saya baca di pikirannya suami saya ingin terus dilayani dan dihadiri saya karena suami saya sendiri di sana.

Saya pun merasa lelah akhirnya kami saling mengadu kata karena kami tidak saling paham dengan kondisi kami. Kami saling egois dengan diri kami sendiri.

Saat bayi kami berusia satu minggu, suami saya menggugat cerai dan memblokir nomor saya. Hati saya hancur, saya hanya ingin diperhatikan dan dipahami tapi kenapa saya malah diceraikan.

Saya mengalami depresi saat itu. Saya sering menangis dan bayi pun ikut rewel. Walaupun kondisi mental health saya tidak bagus, saya tetap tidak mau menyerah.

Pada esok harinya, saya langsung siap-siap untuk menyusul suami, dengan kondisi orangtua yang tidak rela. Dengan rasa sakit rohani dan jasmani saya menyusul demi mempertahankan rumah tangga.

Akhirnya kami bertemu lagi, namun disayangkan kondisi hubungan kami tidak bisa diperbaiki.

Dari situ saya merasa trauma berat, dan pada akhirnya saya memutuskan untuk lahiran anak kedua secara mandiri.

Jadi itulah CeritaMom dari Devi. Bercerai adalah solusi terakhir dalam pernikahan. Pertimbangkanlah beberapa hal terlebih dahulu, sekiranya masih terdapat jalan keluar lainnya yang lebih baik. Tetap semangat ya, Mom dan Dad!