Berbakti pada orang tua adalah nilai keluarga yang dianut sejak lama oleh masyarakat Indonesia. Bagi Mom dan keluarga yang ingin menanamkan pesan tersebut pada anak, tentunya bisa melalui dongeng anak Indonesia. Nah, kali ini Ruangmom akan menceritakan dongeng anak yang sudah dikenal luas tentang pesan moralnya. Ya! Dongeng anak Indonesia yang dimaksud adalah Malin Kundang.

Mom bisa bacakan cerita dongeng anak Malin Kundang ini sebelum si kecil tidur, atau kapan saja saat si kecil mulai penasaran dengan dongeng anak.

Cerita dongeng anak: Malin kundang

Pada zaman dahulu kala, di daerah Sumatera Barat, hiduplah seorang janda bernama Mande Rubayah di kampung nelayan Pantai Air Manis. Mande Rubayah memiliki seorang anak laki-laki bernama Malin Kundang.

Meski hidup dalam kemiskinan, Mande Rubayah dan Malin Kundang tak pernah mengeluh. Mereka bekerja keras setiap hari untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Hingga akhirnya Malin Kundang tumbuh dewasa, dan memiliki keinginan untuk pergi merantau ke kota sesuai kebiasaan para pemuda di kampungnya. Kebetulan, ada kapal besar dari kota yang sedang singgal di Pantai Air Manis. Malin Kundang ingin menumpang kapal tersebut untuk mengadu nasib di kota besar.

Awalnya sang ibu keberatan membiarkan Malin Kundang pergi jauh dari sisinya, namun karena sang anak terus bersikeras ingin pergi merantau, akhirnya dengan berat hati Mande Rubayah mengijinkan Malin Kundang untuk pergi.

Hari berganti, tahun berlalu. Mande Rubayah setiap hari memandang ke laut, berdoa agar anaknya selalu sehat dan segera kembali ke pelukannya. Namun setelah bertahun-tahun, Malin Kundang tak kunjung kembali.

Setiap kali ada kapal besar yang datang, Mande Rubayah selalu bertanya, adakah Malin Kundang menitipkan pesan untuknya, ataukah Malin Kundang pulang menumpang kapal tersebut. Namun ia selalu kembali pulang ke rumah dengan tangan hampa, tidak ada pesan ataupun Malin yang pulang ke pangkuannya.

Tak lama kemudian, Mande Rubayah mendapatkan kabar bahwa Malin Kundang telah menikah dengan anak dari saudagar kaya raya. Mendengar hal tersebut Mande Rubayah sangat bahagia, dan berharap Malin segera pulang membawa sang istri untuk bertemu dengan ibunya.

Pada satu hari yang cerah, sebuah kapal besar nan megah merapat ke Pantai Air Manis. Semua orang heboh melihatnya, karena kapal itu sangat mewah dan besar. Penduduk setempat mengira seorang raja datang ke kampung mereka.

Masyarakat berbondong-bondong datang ke pantai untuk melihat. Mande Rubayah juga ikut berdesakan ingin melihat, siapa tahu Malin Kundang ada di kapal tersebut.

Saat Kapal mendekati dermaga, terlihat sepasang anak muda berpakaian mewah berdiri di anjungan kapal. Pakaian mereka berkilauan diterpa sinar matahari, wajah mereka tersebut penuh kebahagiaan.

Mande Rubayah terkejut sekaligus senang melihat sepasang anak muda tersebut, ia yakin sekali bahwa pemuda yang berpakaian mewah itu adalah anak kandungnya, Malin Kundang.

Dengan penuh kebahagiaan, Mande Rubayah langsung berlari menghampiri Malin Kundang dan memeluknya.

“Malin, mengapa lama sekali kau pulang. Ibu rindu sekali Malin,” kata Mande Rubayah.

Pemuda gagah yang memang adalah Malin Kundang tersebut kaget saat dipeluk oleh perempuan tua renta dengan penampilan lusuh dan pakaian compang camping. Belum sempat ia berkata apapun, perempuan muda di sampingnya berkata sinis.

“Perempuan jelek dan miskin inikah ibumu? Dulu kau bilang orangtuamu kaya raya, keturunan bangsawan yang sederajat denganku, mengapa kau bohong padaku Malin?”

Malin Kundang berjengit mendengar kalimat pedas dari istrinya, Malin Kundang merasa malu. Ia langsung mendorong tubuh Mande Rubayah dengan kasar hingga sang ibu terjatuh ke atas pasir.

“Bukan! Dia bukan ibuku! Dia hanya wanita gila yang mengaku-ngaku sebagai ibuku. Kedua orangtuaku sudah lama meninggal!” teriak Malin Kundang.

Mande Rubayah terkejut, ia menatap nanar pada Malin Kundang yang memandang jijik ke arahnya.

“Malin, anakku. Ini aku ibumu, Nak. Mengapa kau begini?” Mande Rubayah bertanya pilu.

Malin Kundang bergeming, tak mau mengakui bahwa Mande Rubayah adalah ibunya. Saat Mande Rubayah bergerak hendak memeluk kaki sang anak, Malin Kundang malah menendang tubuh renta sang ibu.

“Pergi kau wanita tua! Kau bukan ibuku!” hardik Malin Kundang.

Mande Rubayah terkapa di pasir, menangis, sakit hati. Penduduk yang melihat berusaha menolong Mande Rubayah, namun rasa sakit hati di dalam hati seorang ibu tak mampu diobati.

Sementara Malin Kundang dan istrinya bergegas naik kapal lagi, dan pergi meninggalkan Pantai Air Manis. Melihat kekejaman sang anak, Mande Rubayah tak kuasa menahan diri. Ia menengadahkan kepalanya ke langit, dan mengucapkan doa dengan hati pilu.

“Tuhanku, lihatlah hamba-Mu yang tak berdaya ini. Jika memang dia bukan anakku Malin, aku akan maafkan perbuatannya. Namun bila benar dia adalah anak yang lahir dari rahimku, yang kuberinama Malin Kundang, kurawat sejak kecil, maka kumohon keadilan-Mu Tuhan! Berilah ia hukuman yang pantas karena telah menyakiti hati ibunya seperti ini!” Airmata Mande Rubayah berderai.

Tak lama setelah Mande Rubayah memanjatkan doa, air laut yang semula tenang mulai bergolak. Langit yang awalnya cerah berubah gelap. Hujan turun dengan lebat, badai besar datang menghantam kapal Malin Kundang yang sedang berlayar.

Petir menyambar dan ombak besar meluluhlantakkan kapal Malin Kundang. Semua awak kapal mati tenggelam. Sementara puing-puing kapalnya terbawa hanyut hingga ke tepi pantai.

Keesokan harinya, matahari bersinar dengan cerah, laut begitu tenang seolah malam sebelumnya tak ada badai besar yang melanda. Di kaki bukit dekat pantai, terlihat puing-puing kapal yang telah berubah menjadi batu.

Di antara puing-puing tersebut terlihat sebuah batu menyerupai tubuh manusia. Masyarakat meyakini bahwa itu adalah Malin Kundang yang kena kutukan akibat durhaka pada ibunya.

Baca juga: Antar Anak Menuju Mimpi Indah Dengan Dongeng Anak Indonesia Ini