Ruptur uteri merupakan kondisi pasca persalinan yang cukup menyeramkan.

Secara singkat, ruptur uteri adalah kondisi dimana rahim robek akibat tekanan yang hebat selama proses persalinan.

Kondisi ini terbilang sangat jarang terjadi. Bagi Mom yang belum pernah menjalani operasi rahim, kemungkinan kondisi ini terjadi hanya 0,1%.

Pada umumnya, yang berisiko lebih tinggi untuk mengalami ruptur uteri adalah Mom yang pernah mengalami cedera atau operasi pada rahim.

Di CeritaMom kali ini, Mom Nadia (nama asli disamarkan) menceritakan pengalaman ruptur uteri nya.

Setelah mengalami kontraksi yang tidak selesai-selesai, dokter mengambil keputusan untuk menjalani operasi Caesar.

Meskipun si kecil lahir dengan sehat dan aman, Mom Nadia jatuh pingsan akibat pendarahan yang tidak kunjung selesai.

Bagaimana caranya dokter menyelamatkan Mom Nadia? Mari kita baca di bawah ini!

Pengalaman Ruptur Uteri Mom Nadia

(CeritaMom ini berdasarkan cerita keluarga karena aku tidak sadar)

Anak kedua aku lahir pada usia kandungan minggu ke-37 menuju minggu 38 pada tanggal 10 April 2022.

Waktu itu adalah bulan puasa, dimana pada tanggal 8 April setelah sholat Tarawih aku ngerasa perut mules, tapi tidak intens rasanya. Sepertinya, perut mules itu adalah tanda awal kontraksi.

Aku segera telpon suami agar diantar ke RS.

Sampai di RS, ternyata saya sudah sampai pembukaan tiga, dan disarankan untuk langsung rawat inap karena rasa mulas tidak hilang-hilang.

Ternyata, paru bayi belum matang, dan harus disuntik dengan pematangan paru agar bayi sudah siap menghadapi dunia luar ketika sudah diluar kandungan.

Selama dua hari itu, rasa mules tidak hilang-hilang, sampai nangis. Meskipun aku sudah istighfar, pembukaan tetap nyangkut di bukaan ketiga…

Pada hari minggu pagi tanggal 10, dokter kandungan cek DJJ, dan ternyata ngedrop di bawah 110. Akhirnya demi keselamatan bayi, operasi Caesar harus dilakukan.

Secara singkat, operasinya sukses dan lancar. Si kecil pun keluar sehat.

Aku belum sempat gendong anakku, namun tiba-tiba saat di kamar perawatan aku meminta teh hangat kepada mertua. Tidak lama setelah mengucapkan kata-kata “Bu, tolong teh hangat,” aku jatuh pingsan.

Mertua dan suami panik dan memanggil dokter. Saat dicek oleh dokter jaga IGD, tensi sudah drop 5260, seluruh badan sudah pucat, dan dokter mencurigakan pendarahan dalam setelah melihat pembalutku.

Setelah dilakukan cek Hb, angkanya berada di 2, normalnya 12 untuk perempuan.

Akhirnya dokter memutuskan untuk operasi kedua kalinya untuk mencari sumber pendarahan.

Wallahu a’lam, ternyata benar, diagnosanya ternyata ruptur uteri dimana rahimku sobek.

Demi menyelamatkan aku, dokter akhirnya harus mengangkat sebagian rahimku.

Setelah 3 minggu perjuangan hidup dan mati, aku bisa sadarkan diri lagi.

Apabila Mom merasakan sakit saat hamil, jangan ragu-ragu untuk berkonsultasi ke dokter. Semoga Mom Nadia dan anak-anaknya sehat selalu. Amin!