Dokumentasi Ruangmom

Menghabiskan waktu di rumah menjadi satu-satunya opsi yang dilakukan selama masa pandemi COVID-19. Semua kegiatan pun dialihkan ke rumah, mulai dari kegiatan kantor, belajar mengajar, hingga aktivitas menonton bersama keluarga yang tadinya dilakukan di bioskop.

Pasalnya semua jaringan bioskop, seperti halnya tempat keramaian lain, juga harus tutup selama masa pandemi demi meminimalisir rantai penyebaran virus.

Walaupun Mom harus sedikit menunda hasrat menonton film bareng keluarga di bioskop, aktivitas tersebut sebenarnya tetap bisa dilakukan. Menjamurnya layanan pengaliran video alias streaming berbayar memungkinkan Mom untuk tetap menikmati ragam film keluarga dari rumah secara legal.

Biasanya masing-masing layanan streaming punya katalog melimpah, mulai dari film bergenre drama, komedi, fantasi, hingga yang bentuknya animasi, live-action, maupun dokumenter.

Negara yang menjadi produsen film juga tersedia aneka macam. Selain film-film produksi Indonesia dan Hollywood, Amerika Serikat, berbagai layanan streaming film juga sudah menyuguhkan film-film asal Korea Selatan, Jepang, Iran, India, hingga Turki yang tak kalah berkualitas.

Jika ingin tontonan yang tak terlalu menyita waktu, menonton serial yang terdiri dari beberapa episode juga bisa jadi pilihan.

Berbeda dengan pasangan suami istri (pasutri) baru yang belum dikaruniai momongan sehingga mereka bisa lebih bebas menonton film jenis apa saja, aktivitas menonton untuk pasangan yang telah memiliki anak sebaiknya memerhatikan batasan usia tontonan atau biasa juga disebut dengan rating. Pengumuman tanda rating ini biasanya muncul sebelum film dimulai.

Semisal Mom tidak ingin khawatir ada konten-konten dalam film yang nantinya belum pantas ditonton oleh anak-anak, maka film dengan rating “Semua Umur” (SU) atau “General” (G) bisa menjadi opsi.

Film dengan batasan “Parental Guidance” (pengawasan orangtua) dan “PG-13” (tontonan untuk 13 tahun ke atas) sebenarnya juga tak masalah jadi pilihan tontonan bersama, asalkan Mom senantiasa mendampingi anak-anak selama menonton.

Sebab film-film dengan klasifikasi seperti itu mengandung konten yang dinilai tidak cocok untuk anak-anak sehingga mereka butuh pendampingan saat menyaksikannya.

Menonton film juga tak melulu sekadar untuk pemenuhan kebutuhan akan hiburan agar tidak stres selama masa menghabiskan waktu lebih banyak di rumah.

Ada banyak film dengan pesan tentang nilai-nilai keluarga yang bisa menjadi refleksi. Berdasarkan unsur tersebut, sineas Gina S. Noer (34) dan Ernest Prakasa (38) masing-masing memberikan tiga judul film keluarga sebagai rekomendasi.

Rekomendasi Film dari Gina S. Noer

1. Paddington (2014)

Dari film keluarga ini kita belajar kebaikan yang tulus walau dunia terasa keras dan sinis.

2. Inside Out (2015)

Belajar memahami dan menghormati emosi diri sendiri adalah skill penting yang harus dimiliki oleh anak.

3. Wall E (2008)

Untuk mengajarkan bayangan masa depan kepada anak-anak tentang apa yang terjadi bila kita tak menjaga Bumi.

Penulis skenario dan sutradara film Dua Garis Biru (2019) ini merekomendasikan tiga film keluarga tersebut bukan lantaran film animasi atau live-action cocok untuk tontonan keluarga, tapi karena ketiganya memang bagus dan tebal dalam menyampaikan pesannya.

Sebuah film keluarga, sambung ibu dari Biru Langit Fatiha dan Akar Randu Furqan ini, harus punya semua unsur film yang bagus, mulai dari cerita, akting, dan perkara teknis lainnya.

“Pesan hadir karena motivasi karakter yang otentik dan murni. Bukan karena selipan filmmaker-nya. Dengan begitu, filmnya tak jadi ceramah kepada penontonnya,” pungkasnya.

Rekomendasi Film dari Ernest Prakasa

1. Mrs. Doubtfire (1993)

Kita belajar soal kasih sayang seorang bapak yang bersedia melakukan apa pun demi anaknya, termasuk berdandan seperti perempuan dan pura-pura menjadi pembantu rumah tangga.

2. Liar Liar (1997)

Tokoh utamanya digambarkan seorang pengacara. Film keluarga ini menurut saya mengajarkan betapa pentingnya kejujuran mengingat profesi pengacara biasanya identik dengan menghalalkan segala cara untuk membela kliennya. Dan kejujuran dalam menjanjikan sesuatu kepada anak adalah hal yang diingatkan kembali lewat cerita dalam film ini.

3. Little Miss Sunshine (2006)

Figur ayah dalam film ini tidak seperti penggambaran dalam Mrs. Doubtfire dan Liar Liar, fokusnya lebih banyak tertuju kepada kakek. Digambarkan bagaimana sang kakek mengajarkan cucunya untuk menjadi diri sendiri dan bagaimana cara menghadapi tekanan dari orang tua dan masyarakat.

Ayah dari Sky Tierra Solana dan Snow Auror Arashi ini merekomendasikan tiga film keluarga yang semuanya bergenre drama komedi.

Menurutnya menonton film komedi bersama keluarga jadi menyenangkan karena dengan cara yang ringan, lucu, dan menyenangkan kita tetap bisa merefleksikan diri sendiri dan keluarga melalui cerita yang disampaikan tokoh-tokoh dalam film. “Komedi itu enaknya kita bisa menyampaikan hal-hal serius tanpa kesan menggurui,” ujarnya.

Hal menarik dari tiga film keluarga dari sudut pandang sutradara Imperfect (2019) ini karena porsi drama dan komedi berhasil disuguhkan secara seimbang dalam menyelimuti cerita tentang keluarga.

“Bikin film keluarga itu memang tidak gampang karena bisa saja jadinya terkesan menggurui penontonnya,” kata Ernest.

Agar tidak terjebak seperti itu, sambung Ernest, maka pesan yang harus disampaikan harus dikemas dengan halus. Ibarat berjualan, orang-orang cenderung tidak suka yang tipikal hard selling. Kalau pesan dalam film disampaikan berulang-ulang lewat dialog akan membuatnya terasa menggurui.

“Mengemas pesan tersebut dalam adegan, plot, dan pembelajaran yang dialami karakternya lewat serangkaian kejadian membuat kita sebagai penonton bisa merefleksikan diri tanpa merasa diberikan nasihat atau penyuluhan,” tutupnya.