Belakangan ini, banyak kampanye menikah muda yang digalakkan oleh orang-orang dengan dalih agama. Biasanya alasan menikah muda adalah menghindari zina, tanpa memikirkan risiko menikah muda banyak yang harus diwaspadai.

Karena ingin menghindari zina, banyak pemuda dan pemudi memutuskan menikah muda, tanpa kesiapan mental dan finansial yang mumpuni. Ujung-ujungnya, karena belum siap berumah tangga, banyak yang akhirnya bercerai, dan menjadi janda atau duda di usia yang masih belia.

Dalam hal ini, tentu saja yang banyak dirugikan adalah wanita. Banyak perempuan dipaksa menikah muda karena alasan ekonomi, atau alasan agama. Tanpa memikirkan apakah si perempuan secara fisik dan mental siap untuk menjalani pernikahan.

Berikut ini adalah beberapa risiko menikah muda yang wajib diketahui:

1. Risiko KDRT yang tinggi

Sebenarnya, KDRT tidak memandang usia. Baik yang menikah di usia muda maupun di usia yang matang, risiko KDRT tetap ada. Apalagi jika pasangan punya masalah dalam mengendalikan amarah.

Akan tetapi, mereka yang masih berusia remaja atau di bawah 20 tahun, kondisi emosionalnya belum matang. Masih meledak-ledak dan rawan melakukan kekerasan saat marah.

Selain kondisi emosional yang belum matang, kesiapan mental untuk menghadapi masalah rumah tangga belum ada, selain itu faktor ekonomi dan wawasan juga belum terlalu luas. Hingga akhirnya bisa menimbulkan stres tersendiri ketika pertama kali menghadapi masalah sebagai suami istri, dan akhirnya stres tersebut dikeluarkan dalam bentuk kekerasan.

2. Risiko kematian ibu dan bayi yang juga tinggi

Perempuan remaja, organ reproduksinya belum matang, belum siap untuk hamil dan melahirkan. Walaupun mereka telah mengalami haid secara teratur. Anak perempuan yang menikah di usia remaja berisiko mengalami komplikasi kehamilan yang parah hingga mengancam nyawa.

Hamil dan melahirkan di usia dini tidak hanya berbahaya bagi ibu, tapi juga bayi. Komplikasi saat hamil dan maupun ketika proses melahirkan bisa berisiko kematian pada ibu dan bayi.

Di bawah usia 20 tahun, organ reproduksi seorang perempuan belum matang dan belum siap untuk hamil ataupun melahirkan. Karena itulah risiko kematian ibu dan bayi akibat komplikasi kehamilan atau persalinan sangat tinggi jika menikah di usia dini.

3. Pendidikan terputus

Banyak anak perempuan menikah muda saat masih usia sekolah, seperti SMP atau SMA. Dan setelah menikah mereka tidak lagi meneruskan pendidikannya dengan alasan malu atau memang tidak dibolehkan oleh pihak keluarga maupun sekolah.

Padahal, pendidikan penting untuk masa depan. Baik untuk mengajari anak-anaknya nanti, maupun untuk mencari kerja jika ada kondisi yang tak bisa dihindari seperti suami meninggal atau bercerai.

Karena itulah, lebih baik menikah setelah pendidikan diselesaikan demi masa depan mereka sendiri dan anak-anak mereka nanti.

4. Risiko perceraian juga tinggi

Ketidaksiapan mental maupun finansial saat menikah muda, bisa mengakibatkan penyesalan hingga akhirnya berujung perceraian. Bila sudah demikian, sulit bagi mereka untuk kembali ke kehidupan sebelum menikah.

Misalnya kembali ke sekolah atau pergaulan sebelumnya, akan sulit untuk dilakukan, apalagi kalau sudah punya anak. Beban hidup bertambah dan harus mencari kerja sedangkan ijazah untuk mencari kerja tidak punya karena putus sekolah akibat menikah.

5. Risiko gangguan mental akibat menikah muda

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa menikah di usia muda juga berisiko mengalami gangguan psikologis. Diantaranya ialah gangguan kecemasan, stres, bahkan depresi. Tentunya hal ini sangat erat kaitannya dengan kesiapan mental saat berniat untuk menikah. Bila tidak siap, maka stres dan depresi akan sangat mungkin dialami.


Itulah ulasan mengenai risiko menikah muda yang harus diketahui oleh semua orang. Semoga bisa bermanfaat.