Dalam sebuah rumah tangga, suami dan istri memiliki kewajiban masing-masing. Kewajiban tersebut harus dijaga agar rumah tangga akan terus harmonis dan bahagia.

Bukan hanya nafkah, makanan, dan tempat tinggal, seorang suami harus membimbing istri dan memenuhi kebutuhan emosionalnya.

Ya, seorang suami harus mengenal kebutuhan emosional istrinya, serta menunjukkan kasih sayang kepada istri.

Tanpa hal-hal tersebut, pernikahan akan terasa hampa dan tidak bermakna.

Di CeritaMom kali ini, Mom Indah (nama asli disamarkan) menceritakan bagaimana suaminya menjauhkan dirinya di masa hamil.

Menghindari kewajibannya sebagai suami, Mom Indah terpaksa tidur sendiri tanpa pelukan suami. Rasa sedih dan stressnya membuatnya turun berat badan sehingga membahayakan janinnya.

Marilah kita membaca kata-katanya Mom Indah dibawah ini.

Pengalaman Mom Indah Dijauhi Suami

Mengenalmu satu langkah lebih jauh

Sebelumnya perkenalkan namaku Indah, aku dulu seorang bidan, sekarang aku tengah fokus menjadi istri untuk suamiku alias ibu rumah tangga.

Aku baru menikah sekitar 5 bulan yang lalu, aku menikah dengannya karena ketidaksengajaan, dia merupakan orang baru bagiku. Aku hanya mengenalnya 1 bulan, setelah itu dia memutuskan untuk menikah, dan aku mau menerima lamarannya karena dia dewasa.

Suamiku bekerja di rumah, mempunyai sebuah toko di rumahnya, ia merintis pekerjaannya sendiri.

Selama menjadi istrinya aku selalu belajar bagaimana menjadi istri yang baik, setelah 1 bulan menikah, aku langsung hamil. Ini adalah anak pertama kami, tetap takut rasanya meskipun aku sudah banyak menemui pasien hamil dan bersalin.

Untuk mengalaminya sendiri bagiku masih sangat perlu banyak pengalaman untuk beradaptasi dengan perubahan pada diriku sendiri, banyak hal yang membuatku sering menangis selama menghadapi masa masa kehamilanku.

Seiring berjalannya waktu, aku sedikit demi sedikit bisa mengenal sosok suamiku, sifatnya, perilakunya, siapa dia sebenarnya.

Aku ingat ketika usia kehamilan 10 Minggu, aku menangis karena dia tak mau tidur bersamaku. Dia memilih tidur di ruang kerjanya.

Astaga, aku tak tahu salahku dimana, padahal hari itu, aku sedang mengalami hiperemesis (mual muntah terus menerus), hingga aku lemas, makanan yang kumakan selalu saja keluar.

Pada saat itu, hormon kehamilanku memang sedang tinggi jadi aku sering muntah.

Beberapa kali ia tak mau tidur bersamaku. Penolakan ini membuatku ingin pulang ke rumah orang tua, tapi tidak diizinkan olehnya. Aku menangis tak bersuara, hingga pagi itu aku benar benar lemas.

Akhirnya aku berobat ke sebuah rumah sakit umum daerah di kotaku, aku disuntik ondansetron dan ranitidine untuk mengurangi mual muntah.

Sebelum aku diperbolehkan pulang, aku diberikan banyak sekali penkes (pendidikan kesehatan) supaya mual dan muntah berkurang mulai dari makan sedikit tapi sering, mengkonsumsi obat anti mual, minum air putih hangat yang banyak untuk rehidrasi, sampai menghindari hal hal yang membuatku stress.

Aku terdiam, bagaimana aku bisa menghilangkan stress, sedangkan stressor utama buatku adalah suamiku sendiri, aku selalu serba salah di depannya, bahkan ketika banyak orang ia selalu menyalahkanku. Aku seperti orang paling salah paling bodoh sedunia.

Bukan hanya itu, ketika di rumah ia beberapa hari tak mau tidur denganku, entah ia merasa jijik atau sudah bosan denganku karena aku tengah hamil.

Aku sempat berpikir untuk pulang kerumah orang tuaku, Soalnya, aku bisa berkendara motor sendiri aku bisa bebas kemanapun aku mau. Namun, sebelum 41 hari katanya aku tidak boleh pulang ke rumah orangtuaku.

Aku sedih karena aku tak ada teman, tak ada semangat, stress aku makin meningkat, hingga aku sempat berpikir akankah aku bisa bertahan hidup sampai anakku besar?

Aku stress, rasanya aku tengah hamil tapi tak diperhatikannya, padahal aku hamil anaknya, anak pertama kami, seharusnya ia senang karena sebentar lagi ia akan mempunyai keturunan, tapi kenapa ia menyiksa batinku?

Aku sering menangis malam hari, tanpa orang lain tahu, hingga berat badanku turun drastis 5 kg. Untuk ibu hamil itu sangat tidak bagus, karena seharusnya ibu hamil berat badannya bertambah.

Lima hari berturut-turut, aku sakit lagi. Aku merasa benar-benar lemas, tanganku kesemutan, untuk berdiri saja aku nggak kuat, kakiku seperti tak punya tulang,

Sakit, aku hanya diam saja, suamiku masih tetap tak mau tidur denganku, hingga tidak tahu aku saat ini sedang lemas.

Aku seperti kehabisan tenaga, sehingga ibu mertuaku menengokku di kamarku untuk menawarkan makan, karena dari pagi memang aku tak makan apapun, badanku lemas, melihat makanan apapun aku merasa mual,

Akhirnya, ibu mertuaku mencari suamiku, dan menyuruhkan untuk membawa ke aku ke rumah sakit lagi.

Kali ini aku tidak diperbolehkan pulang oleh dokter, aku harus rawat inap karena aku sangat sangat lemas, saturasiku menurun, aku sangat dehidrasi, muntahku hari ini lebih dari 15 kali.

Suamiku menjagaku di rumah sakit meskipun sering ditinggal tinggal tapi aku tetap bersyukur karena ia masih mau menungguku.

Setelah 3 hari aku dirumah sakit, akhirnya suamiku minta aku dipulangkan dari rumah sakit.

Kami memang belum mengurus BPJS,dan pengeluarannya semakin banyak.

Aku hanya mengikut saja apa yang ia mau, akhirnya kami pulang ke rumah.

Aku masih lemas, tapi aku tetap berusaha untuk sehat, namun tak lama dari itu aku kembali muntah-muntah, hingga aku terjatuh di kamar mandi.

Aku terpeleset, karena kamar mandinya licin, aku berusaha menahan badanku agak tak jatuh ke lantai, tapi aku tak kuat, lemas, aku menangis karena kesakitan, tapi aku masih bersyukur karena aku tak mengeluarkan darah dari jalan lahir, artinya bayiku selamat.

Setelah itu, aku dibawa ke dukun bayi untuk dipijat.

Lalu, aku minta pulang ke rumahku. aku kangen ibuku, dan akhirnya aku diantar.

Meskipun belum genap 41 hari aku di rumahnya tapi aku sudah tak kuat, stressor darinya sudah membuatku tak kuat.

Aku dibuatnya hamil, dan masih diberikan tekanan olehnya, setelah beberapa hari aku di rumah ibuku aku merasa nyaman, tenang, aku tiap hari tak muntah sama sekali, beberapa makanan yang tak aku sukai karena takut muntah pun aku akhirnya memakannya supaya aku tak muntah ketika memakannya .

Aku saat ini satu langkah mengenal sifatnya lebih jauh, aku akan berusaha mencari kesibukan supaya aku tak merasa kesepian, menghadapi masa masa kehamilan ku ini.

Aku berharap suatu saat nanti dia bisa menerimaku, mencintaiku, menyayangiku dan bayiku.

#CeritaMom

Meskipun semua itu, Mom Dewi tetap berjuang demi anaknya. Kami hanya bisa berharap agar sang suami segera mendapatkan pencerahan.

Sampai jumpa di CeritaMom berikutnya!