Stunting pada anak merupakan salah satu isu kesehatan yang begitu mengkhawatirkan. Pasalnya, jika tidak segera ditangani dengan baik, kondisi ini sulit disembuhkan dan bisa berakibat buruk pada pertumbuhan si kecil.

Apa itu stunting? Dalam hal ini dr. Meta Hanindita Sp.A(K) menjelaskan, stunting pada anak merupakan kondisi gagal tumbuh yang disebabkan karena kekurangan gizi kronis atau berkepanjangan.

Kondisi kekurangan gizi bisa ini dimulai sejak bayi masih di dalam kandungan, dan ketika masa awal bayi setelah lahir. Inilah mengapa, ibu yang sedang merencanakan melakukan program hamil perlu mempersiapkan diri dan memastikan tubuhnya sehat. Biar bagaimana pun 1.000 hari pertama kehidupan sangat penting.

JIka kondisi stunting pada anak baru diketahui saat usianya di atas dua tahun, maka penyembuhannya akan lebih sulit. Sebab, sang anak harus menjalani penanganan khusus.

1 dari 3 anak di Indonesia alami stunting

Fakta menyedihkannya, 1 di antara 3 anak di Indonesia mengalami stunting. Jika banyak yang menganggap bahwa kondisi stunting pada anak banyak dialami oleh masyarakat kelas bawah dan kurang pendidikan, hal itu keliru. Menurut dr Meta, stunting pada anak juga banyak dialami oleh kalangan atas yang berpendidikan.

“Menurut saya, tingkat pendidikan orangtua penting, tapi pengetahuan lebih penting lagi. Misalnya, bagaimana memahami dan mengetahui pemenuhan asupan nutrisi pada anak yang ketika anak mulai fase MPASI (Makanan Pendamping ASI).”

Penyebab stunting pada anak

Selain kondisi perekonomian keluarga, ada beberapa faktor lain yang bisa menyebabkan anak kekurangan gizi.

Stunting bisa dimulai sejak bayi masih di dalam kandungan. Umumnya, ibu hamil hanya memerhatikan makro nutrien dalam asupan sehari-hari. Padahal, yang tidak kalah penting adalah kebutuhan mikronutrien, seperti asam folat, zat besi, yodium, kalsium, dan omega 3, khususnya DHA.

Selain itu, faktor lain yang tidak bisa disepelekan adalah adanya penyakit atau infeksi yang dialami oleh anak. Pun karena keliru dalam pemberian MPASI.

dr. Meta Hanindita Sp.A(K) pun mengingatkan pentingnya memantau status gizi bayi. Caranya dengan melihat grafik perkembangan anak yang diukur berdasarkan umur, berat badan, dan jenis kelamin di Kartu Menuju Sehat (KMS).

Risiko yang bisa dialami jika Si Kecil mengalami stunting

Stunting ini tentunya bisa berakibat buruk pada pertumbuhan anak. Tak hanya berisiko sebabkan anak pendek, stunting juga punya banyak dampak merugikan yang begitu besar. Penelitian menunjukkan bahwa stunting bisa mempengaruhi tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit, dan menurunkan produktivitas seseorang kelak.

Dalam hal ini dr. Meta menjelaskan, “Ada satu penelitian jangka panjang yang sudah dilakukan di Guatemala. Jadi anak-anak yang pada usia 3 tahun tidak stunting dibandingkan dengan anak-anak yang stunting pada 35 tahun kemudian.”

“Hasilnya? Mereka yang tidak stunting waktu berusia 3 tahun itu ternyata memiliki kemampuan kognitif yang lebih baik, memiliki pekerjaan yang menghasilkan gaji lebih tinggi atau “white collar”. Sedangkan kelompok yang stunting saat berusia 3 tahun ada yang tidak bekerja, atau bekerja kasar seperti kuli dan pesuruh.”

“Penelitian juga menunjukkan kalau anak-anak yang mengalami stunting, pada saat dewasa lebih berisiko terkena penyakit degeneratif, seperti diabetes mellitus, jantung koroner, hipertensi, dan obesitas.”

Melihat fakta yang mengkhawatirkan tersebut, maka tidak mengherankan belakangan ini pemerintah dan seluruh tenaga medis terus menggalakkan informasi yang terkait dengan stunting pada anak sebagai upaya pencegahan.

Apa yang bisa dilakukan untuk pencegahan stunting pada anak?

Dikatakan dr. Meta, untuk mencegah stunting pada anak sebenarnya tidak sulit.

  • Perhatikan masalah nutrisi anak.

“Kalau berat badan bayi tidak naik setiap bulan, atau naik namun hanya sedikit, atau bahkan turun, segeralah konsultasikan ke dokter. Jangan cari pembenaran bahwa anak aktif menandakan dirinya sehat.”

  • Mulai dengan MPASI Lengkap

Banyak yang masih keliru dalam pemberian MPASI awal untuk anak dengan memilih menu tunggal atau hanya memberikan tepung beras saja. Padahal, nutrisi MPASI anak tentu saja harus komplet dengan memenuhi kebutuhan energi, protein, dan mikronutrien.

Artinya ada beberapa komposisi untuk MPASI, yaitu karbohidrat, lemak, protein, dan mikronutrien. Sedangkan untuk pemberian serat, hanya sebatas diperkenalkan saja.

“Serat jangan banyak-banyak karena serat bisa menghambat absorbsi mineral penting seperti kalsium, zat besi, magnesium, atau seng,” papar dr. Meta.

  • Terapkan aturan makan yang tepat

Salah satu kunci yang perlu diperhatikan untuk menghindari stunting pada anak adalah dengan menerapkan aturan makan yang tepat bagi anak saat memulai MPASI. Hal ini untuk mencegah terjadinya gangguan makan pada anak .

Perhatikan jadwal makan pada anak, batasi pemberian makan hanya 30 menit, ciptakan pengalaman yang menyenangkan saat pemberian MPASI. Maksudnya, jangan sampai memaksa anak sehingga bisa menimbulkan stress. Selain itu, hindari distraksi. Jangan memberikan gadget atau mengajak anak jalan-jalan sambil makan.