Dari berbagai macam permasalah dalam rumah tangga yang berujung pada perceraian, menurut penelitian faktor ekonomi menjadi salah satu sebab. Bahkan masalah finansial menjadi penyebab tertinggi pasangan suami istri akhirnya memutuskan bercerai.

Mengutip data Dirjen Pengadilan Agama Mahkamah Agung mencatat pertengkaran merupakan penyebab tertinggi pasangan memilih berpisah. Mirisnya, pertengkaran yang dipicu faktor ekonomi sekitar 28,2 persen.

Apa yang menyebabkan rumah tangga mudah retak karena faktor ekonomi? Jawabnya tentu ada banyak faktor ya. Tapi dari banyak kasus perceraian karena finansial ternyata tidak adanya keterbukaan dan pembicaraan tentang finansial sebelum menikah.

Padahal masalah finansial menjadi momok dalam rumah tangga. Nah, berikut ini beberapa topik masalah finansial sebelum menikah yang perlu dipertimbangkan oleh tiap calon pasangan.

1. Gaya hidup

Untuk mengetahui kebiasaan mengelola keuangan memang bisa dilihat dari gaya hidupnya. Atau bagaimana kebiasaan orangtua calon pasangan mengelola keuangan. Tapi ini tidak bisa menjadi patokan. Sebab, masing-masing pribadi memiliki cara untuk mengelola keuangan.

Nah, ada baiknya sebelum menikah soal cara mengelola keuangan perlu diceritakan dengan jujur. Khusus tentang tabungan atau pengeluaran bulan.

Cobalah membicarakan tentang investasi, tabungan atau masalah finansial yang menjadi kekhawatiran terbesar bagi masing-masing pribadi.

Lihat bagaimana masing-masing calon pasangan menyikapi pembicaraan tentang finansial ini. Dari situ akan terlihat bagaimana seseorang mengatur keuangannya untuk masa depan.

2. Pendapatan

Jika di awal tidak ada keterbukaan soal pendapatan akan muncul masalah di kemudian hari. Bahkan menurut kebohongan keuangan menurut penelitian yang dilakukan oleh National Endowment for Financial Education pada 2011, menemukan pada 68 persen kesempatan, 16 persen menyebabkan pernikahan berujung perceraian.

Perlu diketahui berdasarkan UU no 23 tahun 2004 kebohongan finansial termasuk dalam KDRT, yaitu KDRT finansial.

Dengan mengetahui sumber pemasukan masing-masing, baik gaji atau pendapatan lainya, berapa jumlah dan kapan biasanya mendapatkan penghasilan itu akan memudahkan kedua calon mempelai mengetahui gambaran tentang keuangan ketika menikah nantinya.

Keterbukaan sejak awal tentang pendapatn ini juga akan membantu pasangan suami istri menyusun rencana keuangan dan mengantisipasi bilamana pasangan tidak memiliki pendapatan yang pasti.

3. Utang yang dimiliki

Sebelum menikah, disarankan untuk masing masing pribadi jujur perihal utang. Ini merupakan hal penting yang perlu dibahas oleh calon pasangan. Terutama untuk mereka yang hendak menikah tanpa membuat perjanjian pranikah.

Bicarakan dengan terbuka, beban utang yang dimiliki. Utang apa saja berikut dengan jumlah cicilan tiap bulan sampai kapan utang akan berakhir.

Dengan mengetahui beban utang dari masing-masing pasangan akan memahami kondisi keuangan dan cara mengatasinya saat berumah tangga.

4. Tanggungan dalam keluarga

Ini juga perlu dibicarakan, apakah calon pasangan yang akan dinikahi memiliki beban tanggungan dalam keluarga. Misal, apakah calon pasangan tersebut mempunyai tanggung jawab membiayai orang tuanya yang sudah pensiun, atau membiayai sekolah saudara.

Jika ya, sebaiknya hal ini dibicarakan agar ketika menikah tidak menjadi polemik dan pemicu pertengkaran.

Adanya keterbukaan finansial terutama tentang tanggungan dalam keluarga, akan membantu calon pasangan membuat rencana keuangan dan mengatur pengeluaran bulanan dalam rumah tangga.

5. Pembagian tanggung jawab

Mulailah untuk membicarakan dengan calon pasangan, sistem pengelolaan keuangan yang disepakati bersama. Apakah pengelolaan akan berjalan sendiri-sendiri atau digabung atau diserahkan ke salah satu pihak. Misal, istri atau suami untuk mengelola keuangan dalam rumah tangga.

Membuka rekening bersama, bisa menjadi alternatif terutama oleh suami istri yang sama-sama bekerja. Rekening bersama ini akan menjadi rekening operasional untuk membayar segala kebutuhan rumah tangga.

Baca juga: Jangan Buru-Buru Menikah, Psikolog Ini Ungkap Alasannya