Proses persalinan adalah salah satu tahapan yang mungkin menakutkan sekaligus paling ditunggu-tunggu, karena Mom akan segera menemui sang adik yang ada di dalam perut. Baik itu melalui operasi caesar ataupun melahirkan secara normal , sebenarnya keduanya sama baiknya dan dilakukan sesuai kondisi tubuh Mom.

Mom harus tahu beberapa hal yang bisa terjadi setelah melahirkan, salah satunya kontraksi otot rahim yang menghilang saat kehamilan. Berikut ulasannya.

Pengertian Atonia Uteri

Atonia uteri adalah kondisi otot rahim yang tidak normal yang bisa terjadi sesaat setelah melahirkan. Kondisi ini terjadi ketika rahim tidak mampu berkontraksi setelah bayi keluar dari rahim dan menyebabkan plasenta tidak bisa keluar dari rahim.

Selain mengeluarkan plasenta, kontraksi terjadi untuk membantu menghentikan aliran darah menuju rahim. Jika otot rahim tidak melakukan kontraksi ini, maka nyawa Mom bisa terancam karena pendarahan yang tidak bisa berhenti.

Selain itu, atonia uteri bisa memicu terjadinya postpartum hemorrhage. Postpartum Hemorrhage Postpartum Hemorrhage adalah kondisi dimana Mom kehilangan lebih dari 500 ml atau 1000 ml darah dalam kurun waktu 24 jam setelah melahirkan akibat ketidak normalan otot rahim maupun kegagalan kontraksi setelah proses persalinan.

Jika Mom setelah melahirkan merasakan pendarahan tidak berhenti yang menyebabkan pusing berlebihan, mengantuk berlebihan atau pingsan, maka bisa saja Mom mengalami kondisi ini. Oleh karena itulah, segera hubungi dokter untuk mendapatkan penanganan lanjutan.

Penyebab Atonia uteri

Beberapa penyebab yang memicu kondisi tidak normal pada otot rahim ini adalah penggunaan oxytocin atau obat lain untuk anastesi, persalinan yang di induksi, persalinan yang berjalan terlalu lama dan tertunda dan kelebihan cairan ketuban pada rahim. Faktor lainnya yang memicu terjadinya atonia rahim adalah Mom yang melahirkan lebih dari dua kali sebelumnya, melahirkan bayi kembar, melahirkan diatas 35 tahun serta obesitas pada Mom. Ukuran bayi yang terlalu besar juga bisa menjadi pemicu terjadinya atonia rahim.

Baca juga: Cara Merangsang Kontraksi Agar Cepat Melahirkan

Gejala Atonia uteri

Gejala atonia uteri atau bisa juga disebut atonia rahim adalah kondisi otot rahim yang rileks dan tidak ada tegangan atau kontraksi apapun yang terjadi sesaat setelah melahirkan. Selain itu, gejala atonia rahim adalah frekuensi detak jantung yang semakin cepat, sakit pada rahim dan punggung, menurunnya tekanan darah dan adanya pendarahan yang terjadi secara berlebihan dan tidak terkontrol.

Diagnosa Atonia uteri

Kelainan pada otot rahim ini bisa dideteksi oleh dokter dengan cara menghitung volume darah yang keluar dari vagina Mom atau menimbang berat spons yang digunakan untuk menyerap darah ketika proses melahirkan selesai. Dokter juga akan melakukan beberapa tahapan seperti memastikan tidak ada plasenta yang tertinggal atau cairan yang tertinggal di vagina dan uterus.

Biasanya, dokter juga akan mengecek tekanan darah, detak jantung, jumlah sel darah merah, serta faktor pembekuan dalam darah.

Komplikasi Atonia uteri

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Blood Transfusion in Clinical Practice, atonia uteri hampir dipastikan akan menyebabkan terjadinya postpartum hemorrhage pada Mom.

Bahkan, persentase terjadinya postpartum hemorrhage yang disebabkan oleh atonia uteri mencapai 90 persen. Selain postpartum hemorrhage, kelainan pada otot rahim ini dapat menyebabkan anemia, tekanan darah rendah, pusing yang berlebihan, kelelahan berlebih, serta risiko terjadinya postpartum hemorrhage kembali pada kehamilan berikutnya.

Sedangkan, pada tahap yang berbahaya, atonia uteri bisa menyebabkan hemorrhage shock, yakni kondisi dimana jantung tidak mampu memasok darah ke seluruh tubuh karena volume darah yang kurang. Tanpa penanganan yang spontan dan cepat, kondisi ini bahkan akan menyebabkan kematian.

Itulah pengertian serta dampak yang terjadi karena kontraksi otot rahim yang menghilang setelah melahirkan. Beberapa tindakan yang dilakukan untuk merawat atonia rahim adalah pijat rahim, pemberian obat-obatan yang mengandung hormone tertentu dan embolisasi arteri sebagai cara untuk menghentikan aliran darah ke rahim.

Pada tahap atonia uteri yang terlalu berbahaya, mungkin dokter akan melakukan histerektomi atau mengangkat rahim. Semoga membantu!